Antara Musibah dan Islam Kaffah
Oleh: Alfisyah, S.Pd
Mungkin kita belum terhubung dengan dua kata yang berakhiran -ah ini. Antara musibah dan Islam kaffah. Marilah kita renungkan ayat berikut ini dalam terjemahannya “ dan jika Kami hendak membinasakan satu negeri maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah, di negeri itu agar mentaati Allah. Tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya hukuman Kami, kemudian Kami akan binasakan sama sekali negeri itu.” Itulah terjemahan dari QS. al Isro ayat 16, frasa fadammarnaahu tadmiira yang bermakna maka kami binasakan negeri itu (setelah sebelumnya diberi peringatan, lalu durhaka). Maha Besar Allah yang mengingatkan manusia di bumi agar tidak berbuat durhaka, sebab kedurhakaan itu akan membuat Allah membuktikan atau mewujudkan janjiNya.
Adapun kedurhakaan manusia terhadap alam sesungguhnya terjadi karena manusia merelakan dirinya untuk mengurusi urusan kehidupannya dengan hukum dan aturan yang dibuatnya sendiri. Sebagai contoh ketika manusia menerapkan sistem kapitalisme (sistem hukum manusia yang dibuat oleh para kapital dan untuk kepentingan kapital), maka manusia cenderung serakah, tamak, rakus, suka mengambil hak orang lain dengan cara culas dan sengaja menyusahkan orang lain. Itulah karakter asli sistem itu. Tak ada rahmat dan berkah dalam sistem itu. Kemanfaatan hanya dirasakan segelintir orang elit kapital dan kesengsaraan menimpa mayoritas manusia yang lainnya.
Bencana banjir di Kalsel, gempa bumi Mamuju dan Majene, kecelakaan pesawat terbang, erupsi gunung merapi merupakan kerusakan alam karena ulah tangan manusia dengan hukum dan undang-undang buatannya yang tidak ramah lingkungan. Undang-undang itu menguntungkan para kapital namun merugikan masyarakat banyak. Sebagai orang yang beriman selayaknya manusia lapang dada atas Qadha (ketetapan yang terjadi). Namun, juga tetap harus merenungi dan intropeksi apakah dirinya sebagai manusia punya andil atas kerusakan alam itu.
Betapa kedurhakaan manusia dan penguasa pada Allah pencipta alam menjadikan Allah menurunkan peringatannya. Tentu, hal itu hanya peringatan awal sebelum Allah benar-benar membinasakan manusia di wilayah itu. Penguasa dan manusia yang durhaka hari ini telah terang-terangan menampakkannya. Mereka enggan menjadikan hukum Allah sebagai aturan bernegara dan kehidupannya. Mereka lebih suka menjadikan kapitalisme sebagai hukum dan hidup mereka.
Jika kita melihat bahwa hutan-hutan yang gundul itu adalah akibat rakus dan tamaknya para pengembang yang didukung juga ketamakan para penguasanya. Akibatnya tanah tidak lagi sanggup menahan gempuran air yang cukup deras. Akar-akar pohon yang dijadikan Allah sebagai penghisap dan penahan air itu tidak lagi ada. Tanah-tanah yang bergeser terbawa air bersama benda yang dilewatinya termasuk manusia dan tempat tinggalnya. Undang-undang yang dibuat untuk menyenangkan pengusaha (kapital) dan penguasa itu telah membolehkan pohon-pohon itu ditebangi secara massal tanpa diganti dengan tanaman yang baru. Tak cukup satu atau dua pohon untuk menyambung hidup. Ribuan bahkan jutaan pohon ditebang sesukanya untuk memperkaya dirinya. Masyarakat kemudian kehilangan tempat tinggal lalu mereka tinggal di lahan yang rentan banjir, longsor, gempa, dll. Kesalahan itu bertambah lagi dengan drainase yang buruk di perkotaan. lengkaplah sudah penderitaan masyarakat.
Sangat wajar kemudian kerusakan alam itu menimpa masyarakat bukan hanya di desa namun juga di kota dimana drainasenya sudah buruk. Air yang seharusnya nya dibutuhkan menjadi malapetaka. Tanah-tanah pun marah sebab terjadi kemaksiatan di atasnya. Prostitusi, perjudian, kekerasan, tindakan kriminal, durhaka pada Allah karena menerapkan undang-undang buatannya sendiri yang tidak ramah lingkungan. Akhirnya dengan satu perintah Allah saja semua benda-benda alam itu itu patuh dan taat menjalankan apa yang diperintahkan Allah itu. Benarlah jika musibah itu datang jika manusia enggan berislam kaffah. Enggan berhukum Islam dalam seluruh urusannya. Urusan manusia dalam bidang kesehatan, pendidikan, hukum, ekonomi, pergaulan dan lain-lain.
Oleh karena itu selayaknya manusia segera menghentikan kedurhakaannya jika menginginkan musibah ini berakhir. Penguasa yang ada hendaknya melakukan mitigasi bencana untuk mengurangi tingkat keparahan bencana. Sebab di luar Qadha (ketetapan Allah) ada wilayah yang dikuasai manusia yang harus dioptimalkan untuk menjadi ikhtiarnya. Mitigasi bencana atas nama memelihara nyawa masyarakat adalah sesuatu yang penting. Saran dari para ahli yang terkadang disampaikan tidak pernah digubris selayaknya menjadi rujukan penguasa.
Jika penguasa menyayangi rakyat maka tentu dia tidak akan memihak pada korporasi kapital. Sebab para kapital itu itu tidak akan bisa menguasai aset rakyat jika mereka tidak punya akses. Maka janganlah para penguasa itu menjadi pihak yang menyakiti dan menghianati masyarakat. Musibah ini akan berhenti jika penguasa dan masyarakat bertaubat. Taubat nasuha adalah taubat kembali menerapkan Islam Kaffah. Insya Allah.
Posting Komentar untuk "Antara Musibah dan Islam Kaffah"