Baitul Maqdis, Utang Kita Kepada Allah
Oleh: Nur Rahmawati, S.H. (Pengamat Politik)
Perspektif pembebasan Baitul Maqdis adalah kebutuhan berpikir bagi pengemban dakwah. Bagaimana bisa, jika kita mengakui diri sebagai pengemban dakwah, namun tak terenyuh dalam hati karena kini baitul maqdis ditawan zionis Israel. Penderitaan lahir dan batin yang dirasakan saudara kita di Palestina adalah pukulan berat bagi kaum muslim dunia.
Bukankah Rasulullah Saw menyatakan bahwa sesama muslim bersaudara sehingga persaudaraan itu diibaratkan seperti satu tubuh. Rasulullah bersabda,
''Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Pembantaian Zionis Israel pada saudara kita di Palestina tak lantas menjadikan umat Islam bergerak menghentikan. Harusnya hantaman bombardir yang di alamatkan ke penduduk Palestina mampu dirasakan sesaknya oleh muslim dunia. Pun yang kini menjadi sengketa antara Palestina dan Israel adalah Baitul Maqdis di wilayah Yerusalem. Sampai kiamat pun wilayah itu adalah milik umat Islam. Jika saat ini Baitul Maqdis tertawan oleh Zionis, maka itulah utang kita kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada umat Islam untuk dibebaskan.
Selama ini, apa yang sudah dilakukan oleh negeri-negeri mayoritas muslim tidak dapat menjadi penyelesaian secara hakiki. Bantuan yang diberikan berupa makanan memang bisa meredakan lapar untuk sementara. Tempat tinggal dan sekolah yang dibangun memang bisa memenuhi kebutuhan belajar namun tak bertahan lama. Semua itu akan hancur tersentuh bom Zionis. Anak-anak tergoncang jiwa sebab trauma, orang tua belum tenang walau datang bantuan sandang, pangan dan papan. Memberikan bantuan kemanusian sejatinya jebakan falsafah khayalan yang dirasa mampu menyelesaikan persoalan. Karena pada hakikatnya permasalahannya terletak pada aneksasi zionis di tanah Palestina.
Tidak cukup sampai di situ, framing media Barat yang mempropagandakan bahwa yang terjadi di Palestina bukanlah terorisme dan hanya isu kemanusiaan yang hingga kini penyelesaiannya dengan membagi wilayah tersebut menjadi dua untuk Israel dan Palestina. Sungguhlah zalim. Organisasi Internasional PBB (perserikatan bangsa-bangsa) pun tak mampu berbuat banyak. Framing ini menandakan ketidakberdayaannya pemimpin negeri muslim menuntut ketidakadilan yang terjadi di Palestina sebagai wujud pengkhianatan yang mereka lakukan.
Semua itu adalah akibat sistem yang menguasai dunia saat ini, yaitu sistem kapitalisme sekularisme. Kekuatan materi menjadi modal menguasai atau mengambil alih baik secara perlahan, sukarela bahkan paksaan. Idiologi kapitalismelah biang dari segala persoalan yang terjadi. Sehingga, lahirlah nasionalisme antar umat muslim di belahan dunia sebagai sekat imajiner yang mampu merabunkan mata dari kepalsuan persatuan. Ini pula yang menjadi kelemahan umat muslim dunia. Mereka seperti buih di lautan, jumlahnya banyak namun tertindas di mana-mana.
Dengan membebaskan Baitul Maqdis yang merupakan utang kita kepada Rabb, juga merupakan salah satu dari pengikat rasa dan rasio umat Islam. Tentunya dengan memperjuangkan khilafah ala minhaj nubuwwah sebagai bagian dari akidah yang produktif dan hujjah syariat. Sehingga, setiap individu memiliki rasa ingin menolong. Karena, saat ini yang terpenting dilakukan oleh kita umat Islam adalah memperjuangkan persatuan umat di bawah kepemimpinan seorang khalifah, sebagai wujud iman sempurna dengan mencintai saudara seiman.
Memperjuangkan tegaknya khilafah menjadi kewajiban yang dibutuhkan umat muslim dunia. Inilah satu-satunya cara menolong saudara seakidah. Khilafah menjadi wadah untuk memobilisasi jihad dan dakwah, serta mewujudkan bargaining power umat Islam. Inilah agenda kita untuk bangkit dan bersatu melawan kezaliman pembenci Islam. Menerapkan kembali Idiologi Islam sebagai pondasi kekuatan umat dan kekuatan iman baik individu, masyarakat serta negara. Dengan demikian perasaan bersaudara akan menjadi kekuatan untuk bergerak menolong saudara kita di belahan dunia. Termasuk membebaskan Baitul Maqdis.
Rasulullah juga bersabda bahwa , "Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu'alam bishawab.
Posting Komentar untuk "Baitul Maqdis, Utang Kita Kepada Allah"