Gerakan Separatis OPM Kembali Berulah, Dimana Peran Negara ?
Ilustrasi |
Oleh: Rosmiati Rahim
Separatisme adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris separate yang berarti terpisah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, separatisme adalah paham atau gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan negara sendiri).
Separatisme adalah sebuah paham, sedangkan separatis adalah orang (golongan) yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan, golongan (bangsa) untuk mendapatkan dukungan. Jadi orang yang melakukan separatisme disebut juga separatis.
Separatisme adalah gerakan yang bertujuan membuat suatu wilayah atau golongan merdeka, dan mendapatkan kedaulatannya sendiri sebagai negara baru. Gerakan seperti ini telah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Beberapa gerakan separtisme di negeri ini seperti, Pemberontakan PKI di Madiun, Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, G30S/PKI, Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Penyebab seperatisme adalah konflik vertikal dan konflik horizontal yang terjadi dalam suatu negara. Kedua konflik tersebut menjadi faktor penyebab separatisme yang paling utama.
Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara rakyat dengan pemerintah. Sedangkan konflik horizontal merupakan konflik antara rakyat dengan rakyat, kelompok dengan kelompok, yang sederajat.
Tidak satu negara pun di dunia yang memberi ruang gerak separatisme. Atas nama kedaulatan negara dan bangsa, sudah selayaknya gerakan separatisme harus dibasmi. Namun sepertinya Indonesia masih bersikap ramah terhadap separatisme dengan menyebutnya kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Padahal, separatisme di Papua, sebenarnya bukan semangat yang baru diteriakkan kemarin. Diakui atau tidak, masih ada semangat memisahkan diri dalam KKB yang dulunya disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Keberadaan separatisme harus dilawan demi menegakkan wibawa negara. Apalagi, setelah kelompok pimpinan Egianus Kogoya itu membunuh secara brutal sejumlah pekerja PT Istaka Karya, Minggu (2/12) di Nduga. Sekitar 40 anggota kelompok Egianus juga menyerang pos pengamanan TNI di Distrik Mbua, Nduga, Senin (3/12). Seorang anggota TNI, Sersan Handoko, gugur dalam peristiwa itu, seorang tentara lain pun terluka tembak.
Tidak sampai disitu, dilansir dari Tribunnews (12/18) kelompok yg dipimpin langsung oleh Egianus Kogoya pernah melakukan aksi pembunuhan puluhan pekerja di Nduga, 150 orang personil diturunkan untuk mengejar Egianus Kogoya, namun Egianus Kogoya berhasil membunuh 1 orang personel TNI di Nduga. Masih dibawah pimpinan Egianus Kogoya, kelompok ini pernah menembaki pesawat yang mendarat di Nduga, Papua, aksi ini menyebabkan Pilot Trigana Air terluka, empat orang tewas terdiri dari dua orang anak dan kedua orang tuanya, dua orang juga terluka akibat insiden tersebut. Dan di waktu yang lain, Kelompok yang masih dibawah pimpinan Egianus Kogoya pernah menyekap 15 guru dan tenaga medis pada awal Oktober di Kecamatan Mependuma, Nduga, selain itu, kelompok ini juga pernah menyerang pos TNI Mbua Kabupaten Nduga yang jaraknya 2 jam berjalan kaki dari Yigi, lokasi pembantaian 31 pekerja pembangunan jembatan.
Dan baru-baru ini dilansir dari Indoglobe News, Kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, menyandera pesawat perintis milik Susi Air jenis Pilatus PC-6 S1-9364 PK BVY di Lapangan Terbang Wangbe, Distrik Wangbe, Kabupaten Puncak, Papua. TNI mengatakan aksi KKB itu dipicu rasa kecewa lantaran tak diberi dana desa oleh kepala kampung setempat.
“KSB (kelompok sipil bersenjata-sebutan KKB versi TNI) sempat mengancam agar pesawat maskapai Susi Air dilarang membawa penumpang aparat TNI/Polri. KSB juga menyampaikan kekecewaannya dengan kepala kampung karena tidak memberikan dana desa,” ujar Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel Czi IGN Suriastawa saat dimintai konfirmasi wartawan, Jumat (12/3/2021).
Ketum Persatuan Purnawirawan Ang. darat Letjen. TNI Kiki Syahnakri mengatakan bahwa kelompok ini berubah nama menjadi United Liberation Movement West Papua (ULMWP).
Dimana pada 1 Desember 2020, publik kembali dihebohkan dgn deklarasi kemerdekaan papua, Benny Wenda ketua gerakan persatuan pembebasan Papua Barat atau The united Movement Liberation West Papua (ULMWP) mendeklarasikan kemerdekaan itu, melalui siaran pers disitus resmi ULMWP akhir tahun lalu.
Dalam deklarasi tersebut, dikatakan bahwa Papua akan memiliki hukum dan konstitusi sendiri dan tak akan tunduk kepada Konstitusi dan hukum Indonesia, sekaligus Benny juga menyatakan bahwa dirinya telah diangkat sebagai presiden sementara dari pemerintahan sementara, Republik Papua.
Sebuah organisasi yang jelas mengancam keutuhan NKRI harusnya menjadi target utama dari pemerintah untuk segera ditumpaskan, bukan justru sibuk dan fokus membubarkan paksa ormas Islam yang sama sekali tidak terbukti mengancam Negara.
Sikap pemerintah yang seolah membiarkan gerakan separatisme ini menjadi salah satu bukti ketidakberdayaan pemerintah atas intervensi asing dibalik gerakan separatisme OPM, terbukti pada september 2019 silam, melalui Kepala Staff Kepresidenan, Moeldoko meminta bantuan kepada AS demi menangani konflik di Papua.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengatakan bahwa upaya ini adalah kegagalan pemerintah dalam mengatasi konflik horizontal di Papua. Jokowi menunjukkan ketidakmampuannya meredam masalah
“Dari diksinya saja itu menunjukkan kita tidak mampu atasi persoalan ini. Dan menurut saya, itu tindakan sangat tidak tepat seolah kita tidak mampu menangani persoalan yang ada,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Selain itu, pemerintah juga membiarkan kelompok LSM liberal Asing maupun lokal termasuk pihak gereja gencar menyerukan pemisahan Papua, pemerintah pun lemah dan cenderung diam terhadap negara-negara yg memberikan jalan pembukaan kantor kelompok separatis Papua
Saat free west Papua dan tokohnya Benny Wenda membuka kantor di Oxford, Inggris (4/13), pemerintah hanya melayangkan protes dan meminta penjelasan. Sekarang, klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena berusaha ditutupi dan dinafikkan oleh pemerintah.
Padahal harusnya semua pihak terkhusus pemerintah Indonesia harus mewaspadai adanya campur tangan Asing dalam upaya disintegrasi Papua, Negara Imperialis tak akan membiarkan Indonesia menjadi Negara yang utuh dan kuat, justru mereka akan terus membuat konspirasi demi kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Lalu bagaimana gerakan separatisme OPM ini bisa muncul ?
Merujuk pada hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Koordinator Jaringan Damai Papua, Neles, menjelaskan ada empat masalah utama yang dapat mengusik martabat masyarakat Papua selama ini.
"Pertama, adanya kegagalan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kerakyatan, dan infrastruktur di masa lalu. Kedua, diskriminasi terhadap orang asli Papua. Ketiga, kekerasan negara terhadap orang Papua sehingga ada pelanggaran HAM, dan perbedaan tafsir sejarah integrasi Papua ke NKRI," tutur Neles.
Lalu persoalannya, bagaimana menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh Rakyat indonesia ?
Seperti yang kita ketahui, Papua merupakan salah satu wilayah nusantara yang memiliki kekayaan alam luar biasa, terutama dari sektor tambang dan migas. Namun sumber daya alam yang melimpah ternyata tidak membawa berkah bagi masyarakat setempat, bahkan negeri yang berlimpah kekayaan alamnya ini termasuk wilayah termiskin di Indonesia.
Pangkalnya adalah penerapan Demokrasi-Kapitalisme. Dimana, nilai penting dalam demokrasi adalah menentukan nasib sendiri dan terbukti sukses memisahkan Timor-Timur dari Indonesia. Selain itu, sistem Demokrasilah yang telah meloloskan berbagai UU liberal yang telah mengizinkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Ketika sudah terbukti bahwa sistem Demokrasi gagal menciptakan kesejahteraan, maka sudah selayaknya masyarakat beralih memikirkan alternatif lain sebagai solusi tuntas problematika Negeri ini.
Dan satu-satunya alternatif yang terbukti telah menyejaterahkan masyarakatnya kurang lebih 13 abad hanyalah sistem Islam. Hanya sistem inilah yang akan mampu menghentikan sepak terjang negara-negara Imperialis dalam usahanya memecah dan menguasai Negeri ini.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
".....dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman"
(QS. An-Nisa' [4]: (141).
Syari'ah Islam menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa memandang suku, bangsa, warna kulit maupun agama.
Islam menetapkan kekayaan alam sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, itu sebabnya kekayaan alam harus dikelolah oleh negara dan hasilnya akan dihimpun dalam kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat, sehingga rakyat akan memperoleh pendidikan, dan kesehatan gratis, selain krn kebijakan poltik dalam Islam memang bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu rakyat baik muslim maupun non-muslim. oleh sebab itu, seluruh kekayaan alam haram hukumnya diprivatisasi oleh swasta apalagi asing.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal, yaitu, hutan, air dan energi"
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Patokan dalam pendistribusian adalah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pendapatan dari daerah tersebut. Sebab Islam mewajibkan Negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan, sehingga kesenjangan diantara rakyat dan antar daerah akan teratasi, tentu yang demikian itu hanya bisa terwujud ketika Syari'ah Islam diterapkan secara kaffah.
Menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan segala bentuk kedzoliman dan ketidakadilan yg terjadi, dan hanya dibawah kepemimpinan sistem Islamlah pengelolahan dan pendistribusian kekayaan alam akan dilakukan secara merata dan berkeadilan.
Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain untuk keluar dari seluruh persoalan yang ada selain dengan mencampakkan sistem Kapitalisme- Demokrasi, seraya menerapkan seluruh syari'ah Islam dibawah naungan Institusi Daulah khilafah Islamiyah.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al'-A'raf [7] : 96)
Wallahu a'lam bi ash-showwab. []
*Di kutip dari berbagai sumber
Posting Komentar untuk "Gerakan Separatis OPM Kembali Berulah, Dimana Peran Negara ?"