Balada Mudik
Oleh: Afiyah Rasyad (Pegiat Literasi dan Kontributor Visi Muslim Media)
Seakan menyaksikan panggung theatre mudik, rakyat disuguhi kebijakan yang amat pelik. Nasib rakyat kecil senantiasa terusik oleh warga negara asing yang datang hilir mudik. Sementara, rakyat harus gigit jari saat pulang kampung diminta putar balik.
Sungguh laksana negeri jenaka yang berisik. Pemudik dijaga ketat agar putar balik, sementara WNA bisa berlabuh ataupun mendarat dengan apik. Kapal disandar sangat baik, pesawat diparkir dengan cantik. Sungguh ironis balada mudik.
Sebagaimana berita dari detiknews.com (9/5/2021), pakar epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menyoroti kedatangan warga negara (WN) China di RI di tengah kebijakan larangan mudik. Dicky menyebut upaya pemerintah dalam pengendalian Covid kontradiktif dan tidak konsisten.
"Ini kontradiktif dengan upaya pembatasan, jadi ini kita jadi kaya tidak konsisten, kasus impor itu kan berbahaya," kata Dicky, kepada wartawan, Sabtu (8/5/2021).
Lain China lain India. Jika China masuk via bandara, maka India berlabuh di dermaga. Selain kabar sebuah kapal dari India berlabuh di Riau dua hari lalu, dikabarkan kapal pengangkut gula bersandar di Cilacap pada 25 April 2021.
Diberitakan Okezone.com (8/9/2021), sebanyak 13 ABK kapal asing bermuatan gula rafinasi, yang tiba di Cilacap pada 25 April 2021, terkonfirmasi positif Covid-19. Kapal MV Hilma Bulker berbendera Panama itu mengangkut gula rafinasi dari India.
Sungguh rumit balada mudik kali ini. Berbagai dalih dan lakon sepertinya diperankan dengan tanpa rasa kemanusiaan yang adil pada rakyat. Pemudik laksana buron yang dicegat di jalan. Jika demikian yang terjadi. Sungguh, harapan akan putusnya rantai penyebaran covid-19 sangat tipis.
Kontradiksi kebijakan yang diberlakukan menumpahkan rasa bingung dan menghilangkan rasa percaya rakyat. Mekanisme larangan mudik justru dipatahkan oleh kedatangan warga negara asing dengan segudang alasan. Perkara mudik mungkin saja akan memperpanjang rantai penyabatan. Namun demikian, hal ini sangat bisa ditangani negara.
Negara sebagai penanggung jawab atas rakyat seharusnya mampu mengakomodir dengan menyelenggarakan mudik gratis. Dengan demikian, rakyat akan sangat terkontrol. Pasalnya, data rakyat dipegang sepenuhnya oleh negara, mereka dari mana, mudik ke mana akan dites terlebih dahulu sebelum berangkat. Bagi calon pemudik yang positif bisa dikarantina terlebih dahulu. Maka, data real akan sepenuhnya dipegang negara.
Sayangnya, pilihan tersebut tidak dilirik oleh negara. Pasalnya negara enggan menanggung biaya rakyat. Apa yang menjadi acuan kebijakan negara adalah asas manfaat sesuai dengan ideologi kapitalisme yang diembannya. Di tengah merata dan merebaknya virus corona, kaputalisme membutakan negara akan keselamatan nyawa rakyat. Kesejahteraan semakim jauh, bahkan keamanan tidak dijamin. Ditambah lagi balada mudik yang sangat pelik. Bagi negara penganut ideologi kapitalisme, segala sesuatunya harus menghasilkan materi.
Begitulah tabiat kapitalisme, keuntungan materi menjadi patokan utama. Segala sasuatu diukur dengan uang, bahkan waktu saja didefinisikan sebagai penghasil uang. Tak heran jika WNA yang berdatangan tak menemui kendala, selama itu menghasilkan materi yang berlimpah tak jadi masalah.
Bertolak belakang sistem Islam. Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban meriayah atau memelihara urusan rakyat, termasuk perkara mudik di masa pandemi. Sungguh masyhur Hadits Nabi terkait larangan keluar masuk wilayah terdampak wabah, maka negara wajib karantina total wilayan agar akses rantai penyebaran tertutup rapat. Sehingga, wabah cepat teratasi.
Saat karantina wilayah, kebutuhan individu rakyat wajib dipenuhi, terutama di wilayah yang terdampak wabah. Alkes, APD, tim medis, tenaga ahli, dan seluruh sarana prasarana kesehatan dibiayai negara agar wabah segera menghilang.
Negara dmpenganut ideologi Islam tidak akan membiarkan rakyat diintai oleh virus dan penyakit lajnnya. Kesehatan dan kemanan rakyat dijaga betul oleh negara. Negara akan membiayanya dengan dana dari pos baitul mal sesuai dengan pos pengeluaran yang ditetapkan oleh syariat Islam.
Jika wabah telah reda dan dipastikan tak ada gelombang kedua, maka negara akan mengizinkan rakyat beraktivitas seperti biasanya, termasuk mudik. Bahkan, rakyat akan difasilitasi untuk safar. Perjalanannya akan dipasgikan lancar tanpa kendala. Sungguh indah tatanan hidup di bawah sistem Islam. Saatnya negara mencampakkan kapitalisme dan menerapakan syariat Islam.
Wallahu a'lam
Posting Komentar untuk "Balada Mudik"