Pusat Belanja Ramai: Paradoks Mitigasi Wabah



Oleh: Sherly Agustina, M.Ag (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Satu tahun lebih wabah melanda negeri ini, belum ada tanda-tanda wabah akan pergi. Sebaliknya, kasus masih terus bertambah hingga saat ini sudah satu juta lebih kasus covid-19 di Indonesia. Kebijakan mitigasi wabah yang ada tumpang tindih, di satu sisi melarang mudik namun di sisi lain tidak dibarengi dengan kebijakan yang seimbang di dunia ekonomi. Jika seperti ini, bagaimana wabah akan segera berakhir?

Dilansir dari detikNews.com, pengunjung beramai-ramai mendatangi Pusat Grosir Pasar Tanah Abang. Para pengunjung berdesak-desakan tanpa jaga jarak. Hal ini terjadi menjelang lebaran, para pengunjung berbelanja untuk lebaran nanti (1/5/21).

Untuk mendongkrak perekonomian yang sedang lesu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani punya cara jitu. Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu minta rakyat tetap beli baju saat lebaran nanti, meski mudiknya tetap dilarang. Beragam komentar warganet mengenai hal ini, ada yang menganggap sebagai guyonan. Salah satu komentar warganet, "Lha wong rakyat lagi susah, jangankan buat beli baju, untuk kebutuhan sehari-hari aja pas-pasan" (Wartaekonomi, 24/4/21).

Kebijakan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian yaitu menyukseskan program belanja. Lalu, menyiapkan berbagai kebijakan seperti program Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) jelang lebaran yang ongkos kirimnya disubsidi pemerintah. Dengan harapan, masyarakat tetap bisa berbelanja tanpa khawatir penyebaran covid-19.

Paradoks Mitigasi Wabah

Namun, faktanya tak semua rakyat berbelanja online karena tak semua merasa nyaman dan terbiasa dengan belanja online. Memegang dan melihat langsung serta bisa memilih sesuai selera barang yang dibeli masih menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat. Walau mereka harus berdesak-desakan di tengah wabah yang masih melanda.

Kebijakan yang ada belum mampu mengakomodir dalam upaya mitigasi wabah, di satu sisi mencoba memutus mata rantai penyebaran virus dengan adanya larangan mudik. Namun, di sisi lain dengan dalih mendongkrak ekonomi di tengah wabah kebijakan belum selaras dengan larangan mudik. Tentu ini masih menjadi PR bagi seluruh warga Indonesia terutama pemerintah yang memegang kebijakan.

Seharusnya satu aturan atau kebijakan selaras dengan kebijakan yang lain dalam upaya mitigasi wabah. Karena virus masih menyebar ditambah varian baru, kasus pun masih terus bertambah hingga tembus lebih dari satu juta kasus. Wajar jika makhluk kecil ini mampu mematikan aktivitas dan perekonomian dunia termasuk Indonesia atas izin Allah.

Jika dalam mengambil dan memutuskan kebijakan seperti ini terus-menerus bahkan paradoks, maka dipertanyakan keseriusan pemerintah dalam mitigasi wabah. Rakyat kecil yang paling terkena imbasnya, bagi mereka masih bisa bertahan hidup di tengah krisis akibat wabah suatu anugerah. Karena begitu sulitnya bertahan hdup, walau hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Hanya Islam Harapan Umat

Maka, upaya mitigasi wabah tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran individu masyarakat. Butuh kebijakan dan aturan dari pemerintah yang dapat dipertanggung jawabkan dengan baik. Aturan yang tegas dan tidak tumpang tindih satu dengan yang lain serta mengikuti apa yang pernah dicontohkan Rasul dalam menangani wabah.

Ekonomi memang penting, namun kesehatan dan keselamatan jauh lebih penting dan skala prioritas yang harus dilakukan. Agar terwujud kesehatan dan keselamatan rakyat adalah tugas negara. Karena negara di dalam Islam memiliki tugas mengatur urusan umat sesuai dengan aturan Islam.

Pemimpin dalam Islam akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah atas apa yang diurusnya yaitu rakyat. Maka pemimpin dalam Islam selalu menjadikan kesehatan dan keselamatan rakyat sebagai skala prioritas. Dorongannya karena keimanan kepada Allah semata bukan yang lain. Dalam mitigasi wabah selalu berkordinasi dengan para ahli kesehatan, karena mereka ahli di bidangnya.

Jika wabah bisa teratasi dengan baik, salah satu indikatornya ialah berkurangnya penyebaran virus bahkan hilang sama sekali atas izin Allah. Maka, penyelesaian di bidang lain seperti ekonomi hanya mengikuti saja. Bahkan jauh lebih aman untuk membangkitkan ekonomi negara karena virus telah teratasi dengan baik. Tentu rakyat berharap kondisi ideal ini segera dilakukan, satu tahun rakyat menghdapi wabah bukan waktu yang sebentar.

Pada akhirnya, hanya pada aturan Allah dan contoh Baginda Rasulullah Saw., saja umat harus berharap. Bukan pada aturan manusia yang serba lemah dan terbatas. Terbukti, aturan yang selama ini digunakan manusia hanya merusak. Di bulan Ramadan ini hendaknya dijadikan momentum untuk kembali dan taat hanya pada syariah saja bukan yang lain sebagai manifestasi takwa.

Allahu A'lam bi ash Shawab. 

Posting Komentar untuk "Pusat Belanja Ramai: Paradoks Mitigasi Wabah"