Pajak dalam Islam




Oleh: Evi Ratna Sari (Pegiat Literasi Banyuasin)

Belum pulih ekonomi masyarakat karena hantaman pandemi covid-19, kini pemerintah malah merencanakan kenaikan PPN untuk sembako, pendidikan dan kesehatan. Untuk bangkit dari kesulitan ekonomi karena pandemi saat ini saja sulit, ditambah lagi kenaikkan PPN yang dibebankan kepada rakyat, ini justru makin memberatkan. 

Dilansir dari www.cnnindonesia.com (7/6/2021), Pemerintah berencana menaikan PPN sebesar 12% yang awalnya hanya 10%, tertulis dalam revesi Undang-Undang no 6 tahun 1983 tentang KUHP. Dalam draf RUU kenaikan tarif tertulis pada pasal 7 "Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12%". 

Rencana pemerintah ini sontak mendapat respon penolakan dari masyarakat, karena bahan pokok sembako akan di kenakan PPN seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. 

Adapun objek jasa baru yang akan dikenai PPN, seperti jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi. Kemudian, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos juga dikenakan PPN, (money.kompas.com 10/6/2021) 

Tentu, rencana kenaikan PPN akan meningkatkan angka kemiskinan di negeri ini. Terlihat ketidakadil pemerintah kepada rakyat, beberapa mobil mewah bebas PPnBM sedangkan rakyat miskin dibebani PPN. Seperti yang diungkapkan oleh presiden KSPI Said Iqbal secara virtual “Orang kaya diberi relaksasi pajak termasuk produsen mobil diberikan relaksasi PPnBM dalam kapasitas mobil tertentu 0 persen. Tapi rakyat (kecil) makan yang dengan sembako direncanakan dikenai pajak,” Kamis (10/6/20 money.kompas.com)

Rakyat kalangan bawah sangat terdampak jika rencana kenaikan PPN benar-benar diresmikan. pasalnya, di masa pandemi saat ini untuk bisa makan saja mereka sudah kesulitan. Apalagi nanti jika sembako dan pendidikan di kenakan PPN, penderitaan pun bertambah. ibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga pula, sungguh ironis nasib rakyat miskin saat ini, tidak ada tempat untuk bergantung, rakyat miskin dibiarkan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Perpajakan Kapitalis

Dalam sistem kapitalis, pajak adalah salah satu pendapatan utama negara yang bersifat memaksa, dimana rakyat yang dibebankan dengan penarikan pajak. 

Jika PPN di sah kan maka akan berdampak buruk, seperti yang di jelaskan oleh Peneliti Center of Industry Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus, menurutnya kenaikan PPN ini akan berdampak pada ekonomi makro. Hasilnya membuktikan bahwa, jika tarif PPN dinaikkan dari 10% menjadi 12,5% maka diperkirakan ekonomi makro tidak akan stabil. (11/6/2021 www.cnbcindonesia.com)

Masih menurut Ahmad, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi masyarakat. Kenaikan harga-harga barang di tengah pandemi yang masih berlangsung, akan membuat daya beli melemah.

Pada akhirnya akan menghambat pemulihan ekonomi pasca pandemi dan pendapatan negara tidak kunjung optimal, tegasnya. 

Seharusnya, seorang pemimpin adalah pengurus rakyat, memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, tapi dalam kapitalisme pemerintah tega memalak rakyatnya dengan kebijakan pajak. Pajak dalam kapitalisme adalah sebuah kezaliman yang di kemas menjadi peraturan. Mereka berhak mengambil yang bukan hak mereka. 

Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah tak mampu di kelola dengan baik, seandainya SDA di kelola sendiri maka rakyat akan sejahtera, namun kenyataannya SDA kita diserahkan kepada asing demi keuntungan korporat. Utang luar negeri terus bertambah dan rakyat dibebankan dengan penarikan pajak yang memaksa. Tidak akan pernah selesai penderitaan rakyat jika kapitalisme masih diterapkan dalam dunia ini, hanya sistem Islam lah yang mampu memberikan kesejahteraan yang seutuhnya pada rakyat.

Adakah Pajak dalam Islam?

Di dalam sistem perekonomian Islam, pungutan pajak tidak pernah ada, seperti yang dilakukan ekonomi kapitalis saat ini. Islam tidak mengenal pajak, yang ada adalah dlaribah. Dlaribah adalah harta yang diwajibkan Allah Swt kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, jika kondisi kas negara kosong.

Dlaribah itu adalah pos pendapatan yang diperoleh dari kaum Muslim untuk pembiayaan-pembiayaan yang tujuannya untuk melayani kepentingan dan kemaslahatan masyarakat banyak, sementara di dalam Baitul Mal tidak ada harta. Artinya, pemasukan yang diperoleh dari harta-harta milik umum (kaum Muslim) yang dikelola oleh negara sudah habis, pendapatan negara dari ghanimah, fa’i, kharaj, jizyah, dan sebagainya juga kosong, tapi negara butuh uang untuk pembiayaan. Saat kondisi mendesak seperti inilah negara Khilafah bisa memungut dlaribah. Artinya negara hanya memungut dharibah dalam kondisi darurat saja.

Sedangkan jumlah  pungutan dlaribah, tempo/waktu pungutan, dan penggunaannya diatur oleh syariat Islam. Dlaribah hanya boleh dilakukan pada saat kas negara (Baitul Mal) kosong, di saat yang bersamaan negara butuh pembiayaan. Dlaribah hanya ditujukan bagi orang-orang (rakyat) yang mampu, tidak diwajibkan atas rakyat yang tidak mampu. Dlaribah bisa dilakukan kapan saja, saat kondisi Baitul Mal sama sekali tidak ada uang.

Selama negara Khilafah memiliki pendapatan yang berlimpah dari pos-pos pendapatan negara, maka tidak akan diterapkannya dlaribah dalam negara, adanya dlaribah itu hanya bersifat sementara sampai kondisi kas negara kembali pulih.

Fungsi dlaribah di dalam sistem ekonomi Islam adalah pertolongan darurat untuk menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat dan utuhnya negara. Bukan sebagai pendapatan utama negara, seperti pajak yang diterapkan dalam sistem ekonomi kapitalis.

Oleh karena itu, hanya sistem ekonomi Islam lah yang mampu memberikan kebijakan yang adil tanpa memberikan beban pada masyarakat. Dlaribah tidak sama seperti pajak yang diterapkan sistem ekonomi kapitalis saat ini, yang sifatnya memaksa dan zalim. Wallahu A'lam. 

Posting Komentar untuk "Pajak dalam Islam"