Tuduhan Naif: Pengguna Bahasa Arab adalah Ciri Radikalisme




Oleh: Muh Sjaiful (Ketua Forum Intelektual Muslim Indonesia Sulawesi Tenggara)

Beberapa waktu lalu, Susaningtyas Nefo Kertapati, pengamat intelijen, melontarkan tuduhan kepada anak muda Indonesia yang gandrung belajar Bahasa Arab, sebagai anak muda terpapar radikalisme. Sebagaimana dilangsir situs pemberitaan FIN Fajar Indonesia Network, 8/9/2021 lalu, Susaningtyas sesumbar “Bagaimana saya tak khawatir, anak muda kita sudah tak mau lagi hormat pada bendera RI, tak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. berbahasa Arab,” lanjut perempuan tidak berkerudung itu dengan kalimat membela diri “bukan berarti Arab itu memiliki konotasi teroris, namun kalau arahnya ke terorisme bahaya. Karena sebenarnya mereka juga ingin berkuasa, ingin punya kekuasaan, tapi mereka ingin berkuasa dengan cara mereka sendiri,”

Ujaran Susaningtyas Nefo Kertapati yang menisbatkan pengguna Bahasa Arab dengan konotasi negatif, radikalisme, tentu bagi umat Islam merupakan tuduhan naif. Boleh dibilang bentuk penyebaran ujaran kebencian untuk menohok kelompok muslim yang sedang mendalami ilmu agama, spesifik belajar Bahasa Arab. Susaningtyas Nefo Kertapati rupanya lupa kalau Bahasa Arab, hingga sekarang masih digunakan sebagai bahasa internasional, bahasa yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejajar dengan bahasa dunia lainnya, semisal Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis.     

Sangat naif dan diluar akal sehat, bagaimana mungkin Bahasa Arab dituding biang kerok radikalisme. Sebuah konotasi negatif, ada agenda tersembunyi, guna menyematkan Syariat Islam sebagai tatanan nilai yang pro kekerasan atau anti kemanusiaan. Tuduhan serampangan yang kontras dengan fakta Bahasa Arab yang diakui bangsa-bangsa di dunia sebagai bahasa internasional. Tidak hanya itu, Bahasa Arab juga sangat terkait dengan aqidah dan peradaban Islam serta sumbangsihnya bagi ilmu pengetahuan. Fakta sejarah menunjukkan bila segala sumber ilmu pengetahuan yang sangat memberikan kontribusi besar bagi terutama ilmu pengetahuan bagi peradaban barat, adalah bermula dari Bahasa Arab.

Dahulu peradaban barat yang masih dalam fase masa kegelapan (dark ages), cendekiawan barat, memaksakan diri untuk mempelajari Bahasa Arab, untuk meneguk pengetahuan yang berasal dari karya tulis cendekiawan muslim yang sebahagian besar beraksara Arab. 

Susaningtyas Nefo Kertapati, mestinya dituduh menyebarkan ujaran kebencian atau menodai Al-Quran sebab bagaimanapun juga seluruh kandungan Al-Quran berbahasa Arab. Sangat tepat, ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat, Kiyai Muhammad Cholil Nafis menilai apa yang disampaikan Susaningtyas Nefo Kertopati bahwa bahasa Arab sebagai ciri teroris, merupakan tuduhan yang tak punya dasar. Kiyai Cholil merasa lucu dengan pernyataan tersebut. Dia menduga Susaningtyas tidak memahami bahasa Arab sehingga disangkutkan dengan teroris. Kiyai Cholil menyebut Susaningtyas bukan pengamat. Tapi penyesatan. “Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” ucap Kiyai Cholil, sebagaimana dilangsir situs pemberitaan FIN Fajar Indonesia Network, 8/9/2021 lalu.

  

Posting Komentar untuk "Tuduhan Naif: Pengguna Bahasa Arab adalah Ciri Radikalisme"