Refleksi 2021: Buramnya Potret Pendidikan
Oleh: Ismawati (Sahabat Visi Muslim Media)
Saat ini dunia pendidian menjadi PR besar bagi negara. Sepanjang tahun 2021, dunia pendidikan senantiasa diwarnai masalah. Padahal, pendidikan adalah wadah penting untuk menciptakan generasi yang unggul dan beradab. Pendidikan merupakan alat kemajuan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih memilki masalah dalam dunia pendidikan. Di antaranya problem kurikulum, biaya pendidikan, kesejahteraan guru, hingga output manusia yang dihasilkan dari pendidikan hari ini.
Seperti kurikulum misalnya, kerap berubah-ubah sepanjang tahun, tercatat sudah sebanyak 11 kali ganti kurikulum. Yakni tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, da 2015 (kumparan.com 16/6). Namun, nyatanya perubahan kurikulum tidak bisa menjadi solusi tuntas bagi nasib generasi. Perubahan kurikulum kerap menjadi problem lantaran kurangnya kesiapan guru, bahkan siswa merasa belum mampu menyesuaikan kurikulum yang baru.
Problem selanjutnya adalah biaya pendidikan yang mahal. Saat ini, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, masyarakat perlu merogoh kocek dalam. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat inflasi di sektor pendidikan mencapai 3,81 persen sementara khusus kenaikan uang pangkal pendidikan di Indonesia mencapai 10-15 persen (republika.co.id21/7/2021). Meskipun bisa menempuh pendidikan sampai ke jenjang menengah atas, namun banyak juga yang belum mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena masalah biaya. Deputi Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama (Kemenko PMK) Prof. Dr. Agus Sarton, MBA mengatakan saat ini sekitar 1,9 juta anak muda belum bisa kuliah tiap tahunnya (sevima.com 29/6/2021).
Kemudian kesejahteraan guru dianggap ‘jauh panggang dari api’. Guru yang seharusnya menjadi pelopor pembentuk generasi cemerlang, gini nasibnya seperti jargonnya yakni ‘pahlawan tanpa tanda jasa’. Kerap dikatakan pahlawan, namun jasanya masih jauh dari harapan. Terlebih, nasib guru honorer yang masih jauh dari kata sejahtera. Seperti dikutip dari idntimes (5/10/21), guru honorer yang bertugas di Garut, Jawa Barat bernama Emen Suparman yang sudah menjadi guru honorer selama 40 tahun gajinya Rp 500 dari dua sekolah.
Bayangkan, dengan uang sebanyak itu, beliau harus menghidupi anak dan istri. Padahal, di tangan beliaulah generasi menorehkan prestasi, menjadi generasi unggul yang terdepan memajukan sebuah bangsa. Namun, pengorbananya tak sebanding dengan hasil yang diterima. Terkadang, rasa ikhlas dan tanggung jawabnya yang menutupi segalanya. Hanya saja, kita tidak boleh langsung menerima, sebab hal ini menunjukkan ada kesalahan dalam dunia pendidikan kita.
Belum lagi output sistem pendidikan hari ini yang minim karakter dan moral, karena lahir dari sistem sekularisme yang meniadakan peran pencipta dalam mengatur kehidupan. Generasi kita semakin jauh dari Islam. Gaya hidup yang diambil sarat akan nilai-nilai sekuler-liberal yang cinta dunia minim bekal akhirat. Dalam pendidikan misalnya, yang dicari adalah nilai besar di atas kertas untuk memperoleh pekerjaan bergaji tinggi. Sehingga, pendidikan hanya untuk meraih materi.
Tentu berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Kurikulum dalam sistem pendidikan Islam berbasis akidah. Kesalahan terbesar dunia pendidikan hari ini adalah tidak mencetak generasi yang takut pada Rabb-Nya. Melalui kurikulum pendidikan Islam, generasi akan memiliki keimanan dan ketakwaan yang mampu menilai halal dan haram suatu perbuatan.
Selanjutnya, di dalam Islam pendidikan adalah hak seluruh rakyat. Maka, menjamin ketersediaan pendidikan baik dan berkualitas adalah tanggung jawab negara. Negara Islam akan memberikan fasilitas pendidikan yang memadai, agar semua wilayah bahkan semua jenjang dapat merasakan pendidikan yang terbaik. Negara juga wajib menyediakan sarana dan prasarana terbaik yang mendukung proses belajar mengajar.
Islam juga memandang bahwa biaya pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Hal ini didukung dengan seluruh pembiayaan pendidikan negara Islam diambil dari kas Baitulmal. Dimana sumber pemasukannya dari fa’i, kharaj, pengelolaan sumber daya alam yang dapat diambil untuk kemaslahatan umat termasuk biaya pendidikan. Sehingga tidak akan ada rakyat yang tidak bisa sekolah karena tidak ada biaya.
Selain itu, kesejahteraan guru terjamin di masa Islam. Sebagaimana pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathtab yang pernah memberikan gaji guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebesar 15 dinar atau setara dengan Rp 51 juta tiap bulan. Belum lagi pada masa Shalahuddin al-Ayyubi, Syeikh Najmuddin al-Khabusyani yang menggaji guru setiap bulannya sebesar 40 dinar atau setara dengan Rp136 juta.
Mengapa sistem pendidikan Islam begitu maju dan terbaik? Karena menerapkan aturan Allah sebagai aturan yang mengatur hidup manusia. Sudah saatnya kita mengambil syariat Islam dalam kehidupan, terutama untuk mengatasi problem pendidikan hari ini.
Wallahua'lam bishowab.
Posting Komentar untuk "Refleksi 2021: Buramnya Potret Pendidikan"