Keberhasilan Pendidikan, Pengamat: Bisa Dilihat dari Generasi Selanjutnya
Sidoarjo, Visi Muslim- Pengamat Sosial dan Pendidikan Rizki Nafis mengatakan, keberhasilan sistem pendidikan, terutama di era kapitalisme saat ini bisa dilihat dari generasi selanjutnya.
“Mengukur suatu pendidikan itu berhasil ataukah tidak, itu harus dilihat dari generasi selanjutnya,” tegasnya dalam Talkshow Rajab 1443 H Sidoarjo Jawa Timur: 101 Tahun Tanpa Khilafah, Kapitalisme dalam Sorotan dan Urgensitas Penerapan Islam, Ahad (13/2/2022) via daring.
“Apakah di generasi selanjutnya itu terjadi suatu kebaikan ataukah justru menjadi suatu kemerosotan,” sambungnya.
Sementara, kata Nafis, pendidikan adalah sebuah bentuk investasi jangka panjang. “Pendidikan ini adalah jangka panjang, long term, begitu ya. Tidak bisa jangka pendek,” jelasnya.
Apalagi kondisi umat sejak runtuhnya khilafah tahun 1924 hingga saat ini, atau setidaknya selama 101 tahun dengan hitungan hijriah, hidup dalam kungkungan kapitalisme.
Maka itu, ia pun menegaskan, terkait pencanangan, pembahasan maupun sistemnya memang harus dalam jangka panjang. Artinya, tidak bisa sekadar lima tahun ataupun ganti kurikulum.
Bahwa setiap lima tahun ada penggantian kurikulum, menteri, atau melakukan studi banding dan riset, memang memakan biaya yang cukup besar terutama APBN, namun, ungkap Nafis, ternyata hasilnya tidak berbanding lurus dengan menjadikan angka putus sekolah, kriminalitas maupun keburukan anak didik menurun. Sebaliknya, malah semakin meningkat.
Perlu diketahui, angka kenakalan remaja Indonesia dari data Badan Pusat Statistik (BPS) makin tahun semakin bertambah. Tahun 2016 angkanya mencapai 8.597 kasus, sedangkan pada tahun 2017 jumlahnya 9.523 kasus. “(Tahun) 2018: 10.549, 2019: 11.685, 2020: 12.944,” ungkapnya dengan mengatakan kenaikan dimaksud telah mencapai 10,7%.
Perlu diketahui juga, istilah kenakalan sebenarnya hanya untuk anak-anak. Sedangkan dewasa atau setidaknya sudah menginjak balig, itu disebut kriminalitas. “Ini kan sangat berbahaya. Mau jadi apa generasi kita di masa depan?” ucapnya.
Hebatnya, dampak dari semua itu bisa dilihat saat ini. Maksudnya, betapa tidak sedikit para pemimpin, sebutlah anggota DPR, eksekutif semisal wali kota, gubernur, bupati yang banyak masuk penjara.
Belum lagi akibat pergaulan bebas berikut keniscayaan aktivitas campurnya laki-laki dan perempuan yang haram dilakukan. “(Bahkan) melakukan tindakan yang sampai pada hubungan suami istri,” prihatinnya.
Sehingga ia pun seketika membenarkan perihal data yang dipaparkan itu dengan sebutan kengerian. “Ngeri, ngeri sekali,” jawab Nafis.
Islam
Menurutnya, peta jalan pendidikan di dalam Islam, tujuannya sama dengan pendidikan nasional dalam hal membentuk manusia yang bertakwa. “Hanya saja faktanya sekarang ini pemerintah sendiri ambigu,” singgungnya.
Malah baru-baru ini, salah satu petinggi TNI mengatakan, kalau belajar agama janganlah terlalu dalam. Padahal, di saat bersamaan, peta pendidikan nasional dirancang juga untuk menciptakan pelajar yang bertakwa.
“Ini kan kacau. Maunya apa? Mestinya, solusinya harus solusi mendasar dan menyeluruh, yaitu Islam solusinya. Tidak ada yang lain!” tegasnya.
Mengupas solusi, ia mengatakan bahwa jalan keluarnya ternyata sederhana. “Cobalah kita melirik aturan Allah,” tuturnya dengan mengutip QS. Ar-Rum: 41 yang artinya,
‘Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’.
“Allah ini bermaksud demikian, menunjukkan kepada manusia, bahwa ini adalah sebagian yang ditimbulkan oleh tangan manusia. Supaya kita kembali pakai aturan Allah,” ucapnya memaknai.
Sementara kalau sudah memahami bahwa kondisi saat ini rusak atau sedang tidak baik-baik saja, barulah menyesuaikan kurikulum pendidikan yang betul-betul menjadikan para murid semakin bagus.
“Di dalam Islam tujuan pendidikannya jelas yaitu untuk membentuk syakhsiyah Islam, agar pendidikan, murid kita, para pelajar itu memiliki pemikiran yang islami, memiliki kepribadian yang islami yaitu terdiri dari pemikiran dan nafsiyah,” urainya.
“Artinya apa? Dia (murid) berjalan sesuai dengan syariat Islam,” imbuhnya.
Bahkan bila dlihat secara historis, Islam telah menorehkan sistem khilafah berikut perangkat sistem pendidikan yang telah menghasilkan para ilmuwan di masanya.
Ambil misal, pada tahun 1067 M, hampir seribu tahun yang lalu, dunia Islam betul-betul sudah memiliki sistem pendidikan yang luar biasa. Itulah Madrasah Nizamiyah, perguruan Islam pertama yang menggunakan sistem sekolah.
Maknanya, Nafis menjelaskan, ketika itu sudah ditentukan waktu penerimaan siswa, kenaikan tingkat dan ujian akhir kelulusannya, serta memiliki laboratorium dan perpustakaan dengan koleksi buku hingga kurang lebih 6000 judul.
“Diajarkan semua ilmu. Apakah tafsir, hadist, fikih, kalam dsb., sebelum Baghdad (pusat pemerintahan saat itu) dihancurkan oleh tentara Mongol,” kisahnya.
Karya Luar Biasa
Meski begitu, keberhasilan sistem pendidikan Islam kala itu selain banyak melahirkan ilmuwan, juga menelurkan berbagai karya luar biasa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Contoh paling mudah, bebernya, kamera yang kini sudah banyak fiturnya di gadget ataupun perangkat lainnya. “Sekarang foto mudah, video gampang. Padahal kalau tahu kita, itu ditemukan oleh Ibnu al-Haitsam,” ujarnya yang juga menceritakan bahwa ratusan tahun kemudian, barulah dikenal kamera, yang ide awal sebenarnya berasal dari ilmuwan Muslim.
Tak hanya itu, di bidang kedokteran serta masih banyak lagi bukti-bukti berkenaan dengan para ilmuwan Muslim, meski banyak yang kemudian dikaburkan bahkan dikuburkan.
Dengan demikian, bukti-bukti tersebut merupakan hasil dari sebuah sistem pendidikan Islam. “Ini adalah bukti-bukti bahwa Bagaimana sebenarnya syariat Islam itu dalam suatu sistem pendidikan mengatur tentang itu semua,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Posting Komentar untuk "Keberhasilan Pendidikan, Pengamat: Bisa Dilihat dari Generasi Selanjutnya"