Kapitalisme Merusak Fitrah Ibu, Islam Memuliakannya
Oleh : Yulia Ummu Zaky
Miris rasanya, mendengar kabar seorang ibu yang tega menggorok anak kandung sendiri hingga tewas. Hal ini terjadi di Brebes, Jawa Tengah. Seorang ibu (KU) yang berumur 35 tahun ini mengaku tidak gila, tapi hanya kasihan ke anak-anaknya, tidak boleh sedih, lebih baik mati. Tindakan sadis ini segera diketahui warga ketika mendengar jeritan anak-anaknya. Satu anaknya meninggal dan dua lainnya luka parah dan dilarikan ke rumah sakit. (Newsdetik.com, Senin, 21 Maret 2022).
Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi pada seorang ibu di Jawa barat yang tega membunuh tiga anaknya karena alasan ekonomi. Tindakan sadis ini juga membuat masyarakat geger. Ternyata, saat ini terulang kembali dengan pelaku seorang ibu yang mengaku tidak gila ini.
Penyebab Aksi Sadis Ibu
Psikolog Ratih Ibrahim mengungkap adanya keputusasaan dan kemarahan sangat besar yang ditujukan kepada anak-anaknya, namun hanya sebagai objek pelampiasan. Pelaku nekat menggorok anak-anaknya kemungkinan karena frustasi, putus asa, dan kemarahan yang amat sangat (Suara.com, Selasa, 22 Maret 2022).
Banyak faktor yang memungkinkan seorang ibu melakukan tindakan nekat yang berujung maut pada anaknya. Di antaranya, bisa masalah keimanan, ekonomi, keharmonisan keluarga, dan lain-lain. Kasus ini mungkin saja terjadi pada ibu-ibu yang lain. Dan akan terus berulang, ketika tidak ditemukan akar permasalahannya.
Pendapat dan Respon Masyarakat
Banyak komentar bermunculan di sosial media, terkait penyebab teganya seorang ibu untuk membunuh anaknya. Sepertinya, ini tidak wajar. Seharusnya fitrah seorang ibu adalah menyayangi anaknya. Tidak mungkin ibu tega untuk menyakiti anaknya. Digigit nyamuk saja tidak boleh, apalagi disakiti sampai berdarah-darah dan meregang nyawa.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengimbau pihak kepolisisan agar memeriksa lebih lanjut kondisi kejiwaan pelaku. Jika memang ternyata terbukti bahwa kondisi kejiwaannya abnormal maka pelaku tidak boleh disidang. Hal ini sesuai dengan pasal 44 KUHP (Republika.co.id, Ahad, 20 Maret 2022).
Kapitalisme Menghancurkan Fitrah Ibu
Fitrah seorang ibu adalah merawat, menyayangi dan selalu berupaya menjaga anak-anaknya dari segala marabahaya. Apalagi, kalau disakiti dan ada sesuatu yang mengancam nyawanya, tentu tidak tega. Ketika anak sakitpun, sang ibu akan rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk merawat dan menjaganya agar segera sembuh dan pulih kembali. Bagaimana mungkin seorang ibu tega untuk membunuh anaknya sendiri dengan cara yang sadis.
Namun, inilah kenyataannya. Fakta kesulitan hidup di era kapitalisme saat ini tidak hanya dialami oleh Kanti, tapi banyak istri dan ibu yang mengalami depresi akibat frustasi dan putus asa menghadapi permasalahan hidup yang serba sulit. Betapa tidak, kesulitan untuk membeli minyak goreng mahal di pasar akan membuat ibu melakukan segala cara, rela mengantri, meskipun membahayakan diri, tetap dilakukan.
Sementara, di tengah-tengah penderitaan para ibu, banyak pihak seolah tak peduli. Dalam prinsip ekonomi kapitalis, yang penting adalah asas manfaat. Keutungan sebesar-besarnya hanya dinikmati oleh para oligarki dan pemilik modal.
Pengaturan Islam terhadap Kesejahteraan Rakyat
Dalam Islam, jaminan kesejahteraan rakyat diatur oleh negara dan menjadi tanggung jawab negara, baik muslim maupun non muslim. Apalagi perempuan, hidupnya selalu ada yang menanggung untuk nafkahnya. Ketika masih kecil sampai menikah tanggung jawab ada pada orangtuanya, ketika sudah menikah tanggung jawab ada pada suaminya. Jika pihak yang bertanggung jawab dari kalangan keluarganya tidak ada, maka negara bertanggungjawab untuk mengambil alihnya.
Rasulullah SAW. bersabda:
اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: “Dan kewajiban ayah si anak memberi nafkah (makan) dan pakaian kepada para ibu (si anak) dengan ma’ruf (baik), yaitu dengan kebiasaan yang telah berlaku pada semisal para ibu, dengan tanpa israf (berlebihan) dan tanpa bakhil (menyempitkan), sesuai dengan kemampuannya di dalam kemudahannya, pertengahannya, dan kesempitannya.”
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.” (Ath Thalaq/ 65:7).
Maka, seharusnya seorang istri, ibu dan semua perempuan tidak perlu risau akan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, baik makanan, tempat tinggal maupun kebutuhan-kebutuhan yang lain. Kesulitan untuk mencari penghidupan ada di pundak laki-laki atau negara.
Walhasil, pengaturan Islam dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah dalam rangka mengatur urusan ummat. Rakyat tidak dibiarkan kelaparan dan hidup dalam penderitaan. Islam mempunyai solusi yang tuntas terhadap semua persoalan manusia. Islam menyelesaikan persoalan manusia secara paripurna dengan mengetahui penyebab utama persoalan. Dalam hal ini, negara mempunyai peran yang besar untuk mencegah terjadinya hal yang serupa. Penerapan Islam secara kaffah tentu dapat menyelesaikan semua persoalan manusia.
Wallahu A'lam Bisshowwab.
Posting Komentar untuk "Kapitalisme Merusak Fitrah Ibu, Islam Memuliakannya"