Skandal Gorden DPR RI, Menambah Buram Potret Demokrasi





Oleh : Habiba Mufida (Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Kebijakan Publik)



Awalnya kontroversi, karena dianggap tidak urgen sama sekali, namun ternyata proyek pengadaan korden DPR tetap direstui. Proyek ini diajukan dengan alasan sudah 13 tahun gorden rumah dinas DPR RI yang berada di Kalibata, Jakarta Selatan, belum diganti. Sebanyak 505 rumah dinas tersebut dianggap memiliki gorden yang sudah tidak layak pakai. DPR RI pun kemudian menganggarkan Rp48,7 miliar untuk penggantiannya. Jika dikalkulasi, satu rumah saja mendapat alokasi Rp96 juta untuk satu set gorden.

Miris! Para pejabat negeri ini nampak hanya sibuk memperkaya diri dan menyenangkan keluarga dan partainya. Mereka tak mau menyadari bahwa amanah yang mereka emban yang katanya sebagai wakil rakyat harusnya memperjuangkan hak rakyat. Dana sebesar itu, jika digunakan untuk kebutuhan rakyat pasti banyak memberikan manfaat. Entah untuk pembangunan rumah bagi gelandangan, renovasi rumah rakyat yang tak layak, memberi modal masyarakat untuk bisa bekerja atau bahkan untuk sekedar menyambung hidup mereka yang kelaparan.

Faktanya kondisi rakyat Indonesia memang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), delapan juta lebih rakyat terkategori miskin ekstrem, yaitu kemiskinan hingga taraf menunda makan karena tidak punya uang. Maka, alangkah memberikan manfaat jika dana tersebut bisa menyambung kehidupan rakyat. Katanya wakil rakyat, tapi justru tega memakan hak rakyat. Padahal, gaji pejabat yang berkisar puluhan hingga ratusan juta harusnya sangat cukup untuk mengganti gorden secara mandiri.

Proyek senilai Rp 48,7 miliar tersebut kini telah diketok palu dan telah masuk ke tahap tender. Dalam proses tender ternyata ada hal tak wajar yang terjadi. Pasalnya, perusahaan pemenang tender justru yang mengajukan penawaran tertinggi. Harusnya untuk proyek pemerintah, dicari harga termurah namun kualitas juara. Wajar, jika banyak analisa adanya peluang korupsi pada proyek tersebut. Sebagaimana fakta sebelumya, proyek pengadaan barang dan jasa memang rentan menjadi ladang pejabat untuk mengerat uang rakyat

Kecurigaan adanya korupsi makin pekat tercium saat banyak media mendatangi kantor pemenang tender tersebut. Didapati di sana, tidak ada plang di depannya dan kantornya sepi. Situs perusahaan tersebut pun ternyata baru dibuat dua bulan ke belakang. Padahal, perusahaan PT Bertiga Mitra Solusi ini menyebutkan telah berdiri sejak 2014, lantas mengapa bisa baru buat situs dua bulan yang lalu? Namun, ternyata perusahaan yang seperti ini malah menang tender. Ada apa?

Skandal korden rumah dinas DPR RI ini hanya menjadi salah satu contoh saja. Sebelumnya kita juga dipertontonkan dengan proyek tak pantas di tengah problematikan bangsa. Sebelumnya ada proyek baju dinas, mobil dinas, dan seabrek fasilitas berlebihan yang dialokasikan APBN untuk kenyamanan hidup para pejabat. Maka, semakin nyata potret buram demokrasi. Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah konsep bodong yang tak memiliki arti. Faktanya, rakyat hanya menjadi tumbal untuk kepentingan mereka. Mereka merayu rakyat untuk memilih, namun setelahnya justru dikhianati. Selain itu, korupsi di dalam demokrasi memang menjadi suatu keniscayaan yang tak bisa dihindari. 

Biaya politik yang mahal menjadikan pejabat yang terpilih dituntut untuk bisa mengembalikan harta mereka. Bahkan, mencari untung untuk biaya hidup partainya. Hasilnya, demokrasi menjadi mesin pencetak pejabat yang tak peka kepada penderitaan rakyat. Jikalau ada pejabat yang bekerja dengan baik dan berusaha memperjuangkan kepentingan rakyat tentunya bisa dihitung dengan jari. Bahkan, pada akhirnya mereka akan susah untuk memperjuangkan suara rakyat akibat lobi-lobi politik dalam demokrasi. Selain juga, banyak kebijakan yang menjadi pesanan para pemilik modal. Akibatnya, pejabat yang jujur lama-lama juga akan terseret arus juga. 

Padahal, pejabat negara harusnya memikirkan bagaimana bisa mensejahterakan masyarakat. Mereka adalah pelayan rakyat harus bisa memastikan satu per satu dari anggota masyarakat bisa terpenuhi kebutuhan pokoknya. Demikianlah yang diamanahkan kepada pemimpin di dalam sistem Islam. Islam juga memandang bahwa setiap perolehan di luar dari gaji yang berhak diterima oleh pegawai negara adalah korupsi. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud)

Namun, nampaknya mustahil bisa memberantas korupsi dalam sistem demokrasi. Karena sistem ini justru yang meniscayakan adanya korupsi. Demokrasi juga yang mencetak pejabat tak punya hati nurani. Demokrasi telah menafikan aturan Ilahi dan menjalankan aturan hasil pemikiran manusia yang lemah. Maka, berharap akan terjadi perubahan terhadap sikap pejabat agar memperjuangkan rakyat hanyalah omong kosong jika sistem yang diterapkan tetap sistem demokrasi. Karena demokrasi adalah buah dari ideologi kapitalisme yang memiliki konsep tertentu di dalam pengaturan kehidupan bernegara.

Harus ada sistem substitutif yang sempurna, yang lahir dari pencipta manusia, yaitu Allah Swt. agar rakyat kembali hidup dengan sejahtera, berkeadilan dan dalam bingkai ketakwaan. Sistem Islamlah yang terbukti mampu mewujudkan sebagaimana peradaban Islam yang telah menguasai dunia selam berabad-abad lamanya. Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang terpancar dari akidah Islam sebagai landasan bernegara, hingga penerapan hukum yang paripurna. 

Dengan sistem yang paripurna pula akan mampu menghasilkan pemimpin yang benar-benar mampu dan amanah. Sistem peradilan dan sanksinya juga bisa mencegah adanya korupsi. Belum lagi sistem politik dan ekonominya yang mengharamkan kepemilikan publik dikuasai swasta sehingga kebutuhan umat bisa dipenuhi secara nyata. Sistem pendidikan Islam yang lahir dari sistem politik ekonomi Islam juga mampu melahirkan individu bertakwa. Mereka yang menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi dalam diri para pejabatnya. Wallahu A’lam bi showab. 

Posting Komentar untuk "Skandal Gorden DPR RI, Menambah Buram Potret Demokrasi"