Perdukunan Marak, Akidah Umat Koyak




Oleh: Nusaibah Al Khanza (Penulis dan Pemerhati Masalah Sosial)



Gonjang-ganjing dunia perdukunan di nusantara kian santer diberitakan. Itu lantaran semakin memanasnya perseteruan yang terjadi antara Gus Syamsuddin dengan Pesulap Merah. Hampir semua tagline media menulis terkait perseteruan mereka. Tak ayal, masyarakat yang tadinya tidak mengenal sosok kedua peseteru tersebut pun dibuat penasaran hingga mencari informasi terkait mereka baik dari YouTube, televisi, internet, maupun media cetak.

Perseteruan itu berawal dari aksi Pesulap Merah yang membongkar trik pengobatan yang dilakukan oleh Gus Syamsuddin yang dianganggapnya sebagai tindakan penipuan berkedok agama, karena berlindung di balik penyematan nama "Gus" dan praktik yang memakai bacaan-bacaan berbahasa Arab. Praktik tersebut tampak sebagai metode pengobatan rukyah yang diperbolehkan dalam Islam ketika mengobati penyakit yang terindikasi mendapatkan gangguan dari makhluk ghaib. Gus Syamsuddin tidak menerima tuduhan Pesulap Merah dan mengambil langkah hukum dengan melaporkan Pesulap Merah ke pihak kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik. 

Tak hanya Gus Syamsuddin, Persatuan Dukun Indonesia (Perduni) juga melaporkan Pesulap Merah ke Polres Jakarta Selatan pada 10 Agustus 2022. Alasan dari pelaporan tersebut karena Perduni merasa terganggu dan tersudutkan oleh tindakan Pesulap Merah yang menyebut dukun-dukun sebagai tukang tipu. Pernyataan tersebut mereka anggap sebagai penghinaan. Selain itu mereka juga mengaku kliennya berkurang akibat konten yang dibuat oleh Pesulap Merah. (Tempo.co,13/8/2022) 

Kapitalis Sekuler Menyuburkan Praktik Syirik dan Perdukunan 

Perseteruan Pesulap Merah dengan Gus Syamsuddin dan Perduni menunjukkan bahwa praktik perdukunan di negeri berpenduduk mayoritas muslim ini begitu marak. Masih banyak masyarakat yang percaya kepada kekuatan ghaib para dukun yang dianggap bisa menyelesaikan permasalah hidup mereka. Kondisi tersebut diperparah oleh kondisi perekonomian masyarakat yang kian sulit. Mencari pekerjaan susah, sedangkan kebutuhan hidup kian mahal. Maka, bagi yang tidak kuat iman akan pergi ke dukun untuk mencari solusi. Mereka meminta penglaris, pesugihan, pengobatan, ilmu hitam, meminta agar dukun mengirim penyakit kepada lawan bisnisnya, bahkan meminta agar terpilih menjadi seorang pejabat. Pergi ke dukun dianggap sebagai solusi praktis dalam menyelesaikan permasalah hidup.

Maraknya dunia perdukunan baik yang berkedok agama maupun tidak tentu tidak lepas dari kebijakan pemerintah. Tidak ada jerat hukum bagi penipuan dengan gaya ini selama tidak ada pihak yang melaporkan dan merasa dirugikan. Pemerintah mencukupkan menindak dukun dan pelaku syirik hanya bagi yang menimbulkan keresahan, sedangkan yang lainnya tidak ada tindakan. Tak heran, para dukun ataupun orang-orang yang meminta bantuan kepada dukun pun merasa aman-aman saja, sehingga praktik perdukunan pun kian marak.

Hukum hanya mengatur terkait larangan menjual jimat dan mengajarkan Ilmu-ilmu kesaktian di dalam Pasal 546 ayat (1) dan (2) KUHP, sehingga perbuatan menjual jimat dan mengajarkan Ilmu-ilmu kesaktian tersebut bisa dipidanakan. Namun, faktanya praktik menjual jimat dan mengajarkan ilmu kesaktian masih tetap marak di masyarakat meski sudah ada undang-undang yang melarangnya.

Praktik tersebut bahkan bisa dilakukan dengan bebas dan terang-terangan didalam menawarkannya, baik secara praktik langsung maupun melalui iklan di tabloid-tabloid dan media sosial. Padahal, dengan semakin maraknya keberadaaan penjualan jimat dan ilmu kesaktian bisa dimungkinkan akan menimbulkan atau memicu tindak pidana bagi para konsumennya. Sebut saja penggendaman atau hipnotis, ilmu kebal untuk mencuri, dan tindak pidana lain yang dimungkinkan bisa terjadi.

Itulah buah dari mengadopsi sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan berorientasi pada keuntungan materi semata. Agama dianggap hanya mengatur urusan Allah dengan hamba-Nya dalam ranah ibadah. Sedangkan untuk masalah kehidupan dan negara tidak memakai aturan Allah atau Islam. Oleh karena itu dalam hal akidah pun diserahkan kepada individu masing-masing tanpa campur tangan negara selama dianggap tidak merugikan negara maupun orang lain. Hidup juga hanya berorientasi pada kepuasan materi, sehingga segala cara dilakukan demi mencapai kepuasan tersebut tanpa mengindahkan lagi apakah itu dilarang oleh Allah atau tidak.

Islam Menjaga Akidah Umat 

Dalam Islam, negara berkewajiban menanamkan akidah kuat pada umat dan menutup rapat setiap celah praktik kemusyrikan yang dapat mengoyak akidah. Segala sarana yang bisa dipakai untuk promosi para dukun akan diblokir dan dihapus. Dengan begitu, praktik syirik tidak akan marak seperti saat ini.

Negara juga akan menindak tegas pelaku kesyirikan meskipun tidak merugikan masyarakat secara materi. Umat dipahamkan bahwa praktik perdukunan bertentangan dengan akidah Islam dan Alquran surat Al-Ikhlas terkait kewajiban memurnikan keesaan Allah. Yaitu Allah itu satu. Allah tempat meminta. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Allah tidak ada bandingannya dengan sesuatu. 

Dalam pandangan Islam secara tegas Allah sangat membenci praktik syirik, bahkan aktivitas ini merupakan dosa besar bagi pelakunya yang diancam tidak akan diampuni di akhirat ketika pelakunya tidak bertaubat hingga meninggal.

Rasulullah Saw. juga meminta umat Islam untuk menjauhi dosa tersebut melalui sabda beliau: “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan (al-muubiqaat). Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar, (4) memakan riba, (5) memakan harta anak yatim, (6) lari dari medan perang, (7) qadzaf (menuduh wanita mukmin yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)

Jadi, negara dalam pandangan Islam mempunyai peran besar dalam menentukan kebijakan dalam pelarangan praktik kesyirikan sebagaimana nash di atas. Sebab, sesungguhnya negara adalah pelaksana hukum Allah. Jika Allah melarang sesuatu, maka negara pun akan melarangnya. Negara tidak mengambil kebijakan berdasar pemikiran manusia, tetapi merujuk pada perintah Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Wallahu a'lam! 

Posting Komentar untuk "Perdukunan Marak, Akidah Umat Koyak"