Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kasus Vina, Cermin Mandulnya Hukum Manusia





Oleh : Lia Haryati, S.Pd.i (Pemerhati Remaja dan Pendidik)


Hidup makin hari makin sulit, mulai dari sembako, kesehatan, BBM, belum lagi mahalnya biaya pendidikan. Kian hari masalah kian melilit, hingga terasa begitu pahit. Bak pasir yang terbawa ombak, kasus pembunuhan yang tenggelam muncul ke permukaan.

Masih ingat kah kasus pembunuhan gadis bernama Vina dan kekasihnya yang sempat menggegerkan kota Cirebon pada tahun 2016 lalu. Kasus tenggelam sudah delapan tahun lamanya, produser kini Dee Company mengumumkan pihaknya mereka akan mengangkat kisah tersebut menjadi film layar lebar "Vina: Sebelum 7 Hari". (idntimes.com 08/05/24)

Kala itu, kasus ini santer dibicarakan, karena kesadisan pembunuhan mereka dilakukan oleh sekelompok anggota geng motor. Tidak hanya dibunuh, namun gadis berusia 16 tahun tersebut bahkan sempat diperkosa oleh para pelaku.

Sungguh tragis salah satu kasus pembunuhan yang terjadi tersebut. Bergaul dengan geng motor tidak menjamin lepas dari mengikat pertemanan terjaga aman, justru mereka menjadi penjahat dingin hingga tega menghabisi nyawa teman tanpa belas kasih lantaran sakit hati dan kisah cinta yang tertolak. 

Naluri kasih sayangnya sekejap hilang ketika kemarahan melanda. Jelas hal ini, melebihi sifat hewan yang justru cenderung melindungi pasangannya. Kasus pembunuhan remaja Vina Cirebon ini bukanlah kali pertama terjadi. Masih banyak kasus lainnya yang bisa jadi tidak terungkap bahkan tenggelam. Layaknya gunung es, yang tidak tampak bisa jadi lebih banyak dari pada yang terlihat.

Akar permasalahan ini bukan timbul semata karena cinta yang tertolak saja, apalagi dendam yang muncul sebab sakit hati pelaku yang diludahi korban, semua ini sebab akibat dari penerapan sistem sekulerisme. Ideologi yang lahir dari aturan manusia, dimana terpisahnya aturan agama dari kehidupan. Dan munculnya sikap materialisme membuat tekanan hidup remaja kian semeraut.

Sebut saja, masalah budaya, pergaulan yang bebas dan sikap hedonis dikalangan remaja kian memprihatinkan, sebab saat ini pemerintahan tidak menjadikan Islam sebagai aturan hidup. Besarnya kerusakan yang terjadi di kalangan remaja pun tidak lepas dari kontrol negara.

Dengan pemahaman yang pas-pasan atau mungkin kurang, remaja pun bersikap dan bergaul bebas. Remaja memilih tidak pacaran dianggap cupu, dan tidak gaul. Sayangnya, tidak semua remaja mampu bertahan dan banyak dari mereka justru frustasi sebab tekanan hidup remaja kian akut. Akhirnya, di tengah terpaan krisis identitas, mereka meluapkannya perilaku apapun, tanpa berpikir baik buruknya sesuai Islam.

Seharusnya, kasus remaja Cirebon ini membuka mata remaja bahwa kapitalisme-sekulerisme membuat hidup remaja makin jauh dari jati dirinya. Pasangan Remaja. Inilah potret bobroknya kapitalisme, ideologi yang tidak lagi mampu menciptakan suasana sakinah, mawadah, dan rahmah dalam keluarga.

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Maidah: 50).

 

Wa'allahu 'alaam bishowab 

Posting Komentar untuk "Kasus Vina, Cermin Mandulnya Hukum Manusia "

close