Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kasus KDRT Berulang: Wajah Buruk Peradaban




Oleh: Yulida Hasanah (Aktivis Muslimah Brebes)


Negeri ini kembali dibuat geger, netizenpun dibuat sangat geram dengan munculnya kasus KDRT yang menimpa seorang selebgram melalui akun Instagram @cut.intannabila pada selasa (13/8/2024). Melalui rekaman video CCTV terlihat aksi KDRT dilakukan oleh suaminya dengan memukuli secara beringas dan bertubi-tubi ke tubuh dan bagian kepala sang istri. Kasus ini auto viral mewarnai medsos dan nama sang selebgrampun menjadi perbincangan di berbagai media online. (kompas.com/16/8/2024)

Kasus KDRT yang menimpa rumah tangga artis dan juga kalangan masyarakat bukanlah sesuatu yang baru di negeri ini. Dilansir dari kumparan.com,15 Juni 2024, menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mengungkap sepanjang 21 tahun tercatat sebanyak 2,5 juta kasus kekerasan di ranah personal. Dari seluruh kasus tersebut, yang terbanyak adalah KDRT berupa Kekerasan Terhadap Istri (KTI) sebesar 484.993 kasus.

KDRT: Wajah Buruk Peradaban Kapitalisme

Masalah KDRT berupa KTI nyatanya telah mewarnai kehidupan para perempuan dalam peradaban barat. Sebagai mercusuar peradaban yang selalu dielu-elukan, ternyata menyimpan banyak keburukan yang menimpa keluarga di sana, khususnya kaum perempuan. Mengutip dari jurnal Al Insan No.2 Vol.2 Tahun 2006 disebutkan bahwa pada 1998, kekerasan rumah tangga sangat serius dan menjadi problem sosial yang meluas di Amerika. Hal ini ditunjukkan dengan meratanya fakta-fakta KDRT. Tercatat 960.000 aksi kekerasan terjadi tiap tahunnya pada pasangan intim suami istri. Dan diperkirakan mencapai 3 juta perempuan mengalami penyiksaan fisik baik oleh suami maupun pacar lelakinya. Dan dari laporan Commonwealth Fund Survey pada tahun 1998 menyebutkan sekitar sepertiga perempuan Amerika 931 persen) dinyatakan mengalami penyiksaan fisik maupun seksual oleh suami atau pacarnya.

Tidak selesai sampai di situ saja, pada tahun 2001, lebih dari setengah juta perempuan Amerika yakni sekitar 588.490 adalah korban kekerasan yang tergolong tidak sampai mematikan, di mana pelakunya adalah patrner intimnya. Dan sebanyak 324.000 perempuan tiap tahunnya mengalami kekerasan dari pasangan intimnya selama masa kehamilannya. Bahkan bukan hanya kasus KDRT, Amerika telah dikenal dengan angka ‘Domestice Homicides’ atau pembunuhan dalam rumah tangga. Di tahun 2001, telah terjadi kasus pembunuhan dengan jumlah korban 1.247 perempuan oleh pasangan intimnya.

Masalah ini sungguh menjadi hal yang biasa di Amerika. Sebagai pusat peradaban kapitalisme yang menerapkan dan mengemban ideologi sekuler kapitalismenya nyata menjadi pusat terjadinya kasus KDRT berupa KTI. Dari sinilah terlihata nyata adanya kontradiksi yang begitu jelas di bawah penerapan sistem liberal kapitalisme, antara Undang-Undang yang bertujuan untuk membangun lingkungan yang aman bagi perempuan melalui ‘doktrin’ Kapitalisme yang memaksakan keyakinan bahwa kejahatan terhadap perempuan dapat diselesaikan dengan melegislasi UU. Sementara, ideologi yang menjadi asas peradabannya secara sistemis justru merendahkan perempuan dan memperlemah penjagaan terhadap mereka masih saja diadopsi. Kontradiksi inilah yang menggambarkan kebingungan dan keburukan dari wajah peradaban Kapitalisme itu sendiri.

Dan sebagai negara pembebek, Indonesia jelas mengikuti jejak peradaban yang buruk ini. Meyakinkan masyarakatnya dengan legislasi UU yang mengatur masalah KDRT akan mampu menyelasaikan masalah KDRT di negeri ini. Buktinya 21 tahun berjalan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kemudian ditambah UU baru yakni UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hingga butuh UU turunan baru yang berkaiatan dengan masalah kekerasan.

Nyatanya semua Undang-Undang tersebut tidak berjalan efektif. Lucunya lagi, alasan ketidakefektifan penerapan Undang-Undang karena adanya benturan budaya yang ada. Padahal faktanya dalam UU tersebut semuanya merupakan hasil plagiat dari negara yang menjadi pusat peradaban kapitalisme tadi. Ujung-ujungnya adalah mempekuat paham kesetaraan gender. Sementara paham yang muncul dari liberalisasi pemikiran inilah yang justru mengacak-ngacak kehidupan perempuan dan menjerumuskan mereka ke dalam kesengsaraan yang pernah dialami oleh kaum perempuan di Barat sana. Inilah penampakan dari wajah buruk peradaban kapitalisme yang menjadi muara terus berulangnya kasus KDRT.

Hanya Islam yang Mampu Memuliakan dan Melindungi Perempuan

Hanya Islam sajalah yang memiliki nilai-nilai mulia dan benar-benar bertanggungjawab dalam menjaga kehormatan perempuan dan melindungi mereka. Bahkan mewajibkan laki-laki untuk mengorbankan hidup mereka demi membela kehormatan perempuan. Dan hanya sistem yang Allah turunkan saja yakni Islam dengan Khilafahnya yang menawarkan solusi dan strategi yang jelas untuk melindungi perempuan ditengah-tengah masyarakat. Yaitu melalui penerapan nilai-nilai dan hukum Islam yang saling melengkapi dalam mewujudkan keamanan dan perlindungan bagi mereka..

Karena Khilafah satu-satunya negara yang menolak prinsip-prinsip serta nilai-nilai sekuler liberal kapitalis, termasuk di dalamnya paham kesetaraan gender. Sebaliknya, Khilafah akan menggaungkan nilai-nilai ketakwaan serta mengedukasi umat tentang pandangan Islam terhadap perempuan, melalui sistem pendidikan, media, dan kebijakan politik sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw. Beliau juga pernah bersabda, “Berpesanlah kalian kepada para wanita dengan kebaikan. Karena mereka adalah tawanan di sisi kalian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). 

Oleh karena itu, hanya dengan Khilafah sebagai wujud dari kehidupan Islam, perempuan akan aman baik ketika mereka mereka berada di dalam rumah maupun saat keluar rumah. Wallaahua’lam 

Posting Komentar untuk "Kasus KDRT Berulang: Wajah Buruk Peradaban"

close