Nasib Guru dalam Sistem Sekuler: Bagai Buah Simalakama
Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Dalam sebuah filosofi Jawa, guru sebuah kata yang mempunyai makna digugu dan ditiru. Digugu yaitu perkataannya harus bisa dipertanggungjawabkan, sedangkan ditiru yaitu sikap dan perbuatannya menjadi teladan bagi siswanya. Namun, dalam sistem sekuler saat ini keberadaan guru sungguh saat ironi. Saat guru bersikap keras dan tegas pada siswa agar disiplin, terbentur laporan orang tua murid masuk bui. Sebaliknya, jika siswa tak dididik tegas hingga menjadi brutal tetap guru yang disalahkan. Benar adanya sebuah ungkapan, "Ketika guru tak lagi digugu dan ditiru, tapi digugat dan diburu."
Kembali, guru dikriminalisasi oleh orang tua murid. Terbaru, Supriyani Guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan dilaporkan orang tua murid atas tuduhan penganiayaan pada April 2024. Laporan tersebut dilakukan oleh orang tua murid yang merupakan anggota polisi, Aipa Dibowo setelah melihat ada luka memar di paha anaknya. Pada 16 Oktober 2024, Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.
Namun, proses hukum kasus ini menuai kontroversi, mulai dari dugaan pelanggaran kode etik, hingga adanya isu permintaan uang damai Rp50 juta yang diminta orang tua murid. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyebut bahwa prosedur hukum yang dijalankan mengandung pelanggaran etik, karena pelapor dan penyidik berasal dari kantor yang sama, yaitu Polsek Baito. (Viva.co.id, 01-11-2024)
Perkembangan dari kasus Supriyani, sidang pembelaan (pledoi) terdakwa Supriyani, berlangsung pada Kamis, 14 November 2024, di Ruang Sidang Kartika, Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan. Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum Supriyani meminta agar majelis hakim menerima pleidoi mereka dan menyatakan Supriyani tidak terbukti bersalah atas dakwaan yang mengacu pada pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak. Harapannya, majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah. Persidangan akan dilanjutkan pada Senin, 25 November 2024, dengan agenda pembacaan putusan (vonis) dari majelis hakim. (Tempo.co.id, 15-11-2024)
Nasib Guru di Sistem Sekuler
Sungguh miris nasib guru zaman sekarang, guru yang dulu dikenal digugu dan ditiru namun saat ini banyak dikriminalisasi alias digugat oleh murid dan orang tua murid. Banyak kasus guru yang digugat dan berakhir dibui. Bahkan, ada yang harus buta hilang penglihatan karena ulah orang tua murid yang menyerang guru.
Menjadi guru saat ini dilema, jika menegur dengan keras dan tegas akan terkena UU Perlindungan Anak dan berakhir dibui. Namun, jika murid tidak dididik dengan benar hingga terjadi tawuran, krisis adab, pergaulan bebas, aborsi, drugs, dan hal negatif lainnya yang melanda murid, guru tetap disalahkan dengan alasan guru kurang mendidik dengan tegas.
Padahal, tugas pokok dan fungsi guru telah diatur dalam PP No. 19 tahun 2017 tentang perubahan atas PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Pemerintah juga telah merespon fenomena kriminalisasi terhadap guru melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Permendikbud ini dimaksudkan untuk melindungi pendidik dan tenaga pendidikan guna menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas.
Adapun dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa perlindungan itu meliputi aspek hukum, profesi, keselamatan, dan kesehatan kerja dan/atau hak atas kekayaan intelektual. Khusus aspek perlindungan hukum meliputi perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi dan/atau perlakuan tidak adil dari murid, orang tua murid, masyarakat, birokrasi maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. (Kompas.com, 30-10-2024)
Kontradiksi Hukum?
Di sistem sekuler, kebebasan dijamin sehingga generasi muda merasa bisa melakukan apa saja dengan bebas termasuk di sekolah. Tak heran muncul generasi krisis adab dan moral, ketika salah ditegur oleh gurunya bukan menerima dengan lapang dada melainkan melawan dan melaporkannya kepada orang tuanya masing-masing. Sehingga masalah antar orang tua murid dan guru tidak dapat dihindari. Jika dulu guru bisa memukul muridnya agar disiplin. Saat ini guru terbelenggu UU Perlindungan Anak. Walau tak dapat dimungkiri, ada oknum guru yang melakukan kekerasan dan kesalahan.
Hukum buatan manusia banyak kelemahan dan kekurangan, misalnya peraturan yang melindungi guru jika terjadi kriminalisasi yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Akan tetapi, kedudukan Permendikbud di bawah UU. Sehingga mudah bagi siapa saja yang merasa anaknya mendapat perlakuan kekerasan di lingkungan sekolah bisa terkena UU Perlindungan anak yaitu UU Nomor 35 Tahun 2014 .yang statusnya di atas Permendikbud.
Selain itu, belum ada persepsi yang sama dan sejalan antara guru, orang tua, dan masyarakat tentang pendidikan anak sehingga belum bersinergi dengan baik. Akibatnya, muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak. Maka, guru terkadang ragu dalam menjalankan perannya khususnya menasihati murid.
Pandangan Islam
Berbanding terbalik dengan Islam, Islam sangat memuliakan guru dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Di antaranya menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baik. Dengan begitu, guru fokus mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas.
Terkait penggajian, dilansir dari mediaindonesia.com, (17-11-2022), gaji pengajar di masa Islam sama dengan gaji para mu'azin yakni 1000 dinar per tahun. Jika dikonversi ke rupiah, kira-kira Rp4,25 miliar atau Rp354 juta/bulan. Sedangkan para ulama yang sibuk dengan Al-Qur'an, mengajar ilmu Al-Qur'an, dan mengurusi para penuntut ilmu diberikan gaji sekitar 2.000 dinar per tahun. Jika dirupiahkan senilai Rp8,5 miliar atau Rp708 juta/bulan. Adapun dana yang dikeluarkan oleh negara dari kas negara yaitu baitul mal.
Perekrutan guru pun sangat diperhatikan, siapa saja boleh menjadi guru dengan kualifikasi yang sudah ditentukan terutama memiliki rasa takut yang besar pada Allah seperti para ulama. Karena dengan rasa takut itu, seorang guru tidak akan mudah menyakiti muridnya. Sebaliknya, guru sangat menyayangi murid karena Allah, memberi teladan yang baik, dan berpikir bagaimana caranya tujuan pendidikan bisa diraih yaitu melahirkan murid yang berkualitas, memiliki kepribadian Islam, dan menguasai tsaqafah Islam serta skill sains seperti para ulama di masa Islam. Guru dan murid paham tugasnya masing-masing sehingga saling bersinergi.
Di samping itu, negara memahamkan semua pihak terkait sistem pendidikan Islam. Sehingga semua elemen bisa saling bekerja sama dengan baik, agar tujuan pendidikan dalam Islam dapat diraih. Kondisi ini menjadikan guru optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik muridnya. Tidak ada istilah kriminalisasi terhadap guru, karena orang tua dan guru paham tugasnya masing-masing. Murid pun mendapat doa yang tulus dari para guru sehingga kehidupan penuh dengan keberkahan dan menebar manfaat bagi umat. Rindu, kembali diterapkan sistem Islam yang menerapkan sistem pendidikan Islam yang luar biasa. Allahua'lam bishawab.
Posting Komentar untuk "Nasib Guru dalam Sistem Sekuler: Bagai Buah Simalakama"