Mampukah Kesetaraan Gender Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan?


Oleh : Mansyuriah, S. S (Alumnus Sastra Arab UNHAS)

Islam mampu menyelesaikan semua problematik kehidupan, baik menyangkut laki-laki maupun perempuan. Dalam penyelesaiannya, Islam tidak memandang jenis kelamin (gender) sehingga segala problematika diselesaikan dengan memandangnya sebagai problem manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Untuk menyelesaikan problem tersebut, harus menerapkan solusi dari Allah, yakni berupa syariat Islam. Melalui penerapan syariat Islam, seluruh permasalahan akan terselesaikan tuntas.

Dalam pandangan Islam posisi laki laki sebagai seorang pemimpin, sehingga di pundak merekalah  segala bentuk tanggung jawab termasuk penafkahan. Sementara posisi perempuan sebagai ummun wa rabbatun al-bait, seorang ibu pengatur rumah tangganya. Islam juga telah menetapkan negara wajib melindungi dan bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya dengan  mekanisme yang telah ditetapkan syara, misalnya menyediakan banyak lapangan pekerjaan untuk para laki-laki dan menetapkan upah layak yang mampu menjamin taraf hidup rakyatnya. Dengan mekanisme tersebut, maka peran dan fungsi laki laki serta perempuan dapat berjalan sesuai tupoksinya masing-masing.

Berbeda dengan kebijakan yang selalu responsif gender dan melaksanakan solusi seluruh aspek kehidupan yang merujuk pada gender mainstreaming (pengarusutamaan gender). Konsep kesetaraan gender (KG) atau emansipasi sesungguhnya tidak dikenal dalam Islam. Ide gender mulai dikenal dunia Islam seiring penjajahan pemikiran yang menimpa kaum muslim. Dengan demikian, konsep KG atau emansipasi adalah murni impor dari Barat. (Al-Baghdadi, Abdurrahman. Emansipasi, Adakah dalam Islam?).

Itulah kenapa ide kesetaraan gender sejatinya tidak boleh ada. Tapi  faktanya, ide ini terus diaruskan dan dipropagandakan di tengah masyarakat. Misalnya saja padangan bahwa istri atau perempuan bisa menjadi pemimpin, harus berdaya dan menjadi independen woman, termasuk juga banyak mengkritisi poligami dan para pelakunya, belum lagi terkait penggunaan jilbab sebagai produk budaya, dll. Ide kesetaraan gender juga di arahkan mampu merekonstruksi kedudukan perempuan dalam masyarakat secara umum. 

Namun, alih alih merekonstruksi perempuan, ide ini justru mendekonstruksi syariat. Hukum yang sudah jelas berupaya “dikaburkan”. Seperti adanya narasi bahwa perempuan harus setara dengan laki laki pada seluruh aspek kehidupan terutama dari segi finansial, kemandirian dan pekerjaan. . Selain itu, ide ini juga diharapkan mampu menyolusi kekerasan terhadap perempuan

Maka sejalan dengan itu, Dinas P3A Kota Makassar melaksanakan kegiatan Gerak Bersama Dalam Rangka 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HKTP) dengan tema "Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan". Acara ini nantinya diharapkan mampu meningkatkan perlindungan dan hak korban, sekaligus dapat mengakhiri berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. (mediasinergi.co, 29-11-2024)

Seluruh kegiatan tersebut menjadi bagian dalam Pengisian Evaluasi Mandiri Penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender (PUG) yang berlangsung dari tanggal 14 Oktober sampai dengan 30 November untuk Kota Makassar agar  mendapatkan predikat dengan kategori utama dalam mewujudkan ‘Kesetaraan Gender’ di Indonesia. 

Beberapa Faktor

Tidak dimungkiri, hari demi hari terjadi berbagai macam bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Seperti KDRT, kekerasan seksual, belum lagi segala bentuk intimidasi serta kekerasan verbal dan diskriminasi.

Masalah kemiskinan juga sering dikaitkan dengan perempuan. Oleh karena itu ada anggapan bahwa masuknya perempuan di dunia kerja pasti karena alasan ekonomi. Kondisi buruknya, apapun aturan dan regulasi yang ditetapkan perusahaan harus diterima meskipun banyak merugikan permpuan. Ada juga anggapan bahwa seorang perempuan berkerja adalah perempuan yang berdaya dan mandiri karena mereka menjadi bagian dari partisipasi ekonomi yang mampu menjawab persolan kemiskinan.

Dengan banyaknya perempuan berkiprah pada ranah publik menjadikan mereka rentan mengalami kekerasan seksual maupun fisik, termasuk KDRT. Jika ditelisik faktor penyebab KDRT bisa kita lihat pada dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya bisa berasal dari ketidakcocokan, kesalahpahaman dan  komunikasi yang buruk antara suami-istri. 

Adapun faktor eksternalnya seperti masalah ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan sistem yang diterapkan pada masyarakat. Maka bisa disimpulkan juga bahwa terjadinya KDRT karena masalah sistemis, semua faktor berpengaruh, bukan karena ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Allah Swt. telah menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai kodratnya masing masing. Secara fisik laki laki jelas lebih kuat, memiliki sikap tegas sebagai pemimpin. Sementara perempuan dijadikan lembut sesuai fitrahnya. Fungsi seksualnya pun berbeda, itulah mengapa ide kesetaraan gender menjadi bias sehingga untuk mengimplementasikannya pun menjadi absurd (tidak jelas).

Sementara kekerasan seksual banyak terjadi karena efek dari penerapan dan pandangan kapitalisme-sekuler Barat yang menjadikan kebebasan sebagai nilai kehidupan. Pandangan ini menuntut mereka untuk meraih kesenangan, maka faktor terbesar terjadinya kekerasan seksual ini adalah alkohol dan narkoba. Pandangan ini juga telah menjadikan perempuan sebagai sumber untuk mendapatkan keuntungan materi, maraklah eksploitasi terhadap perempuan dengan menjadikannya sebagai objek syahwat. 

Jadi faktor kemiskinan, ekonomi, KDRT dan kekerasan seksual saling berkelindan, perempuan keluar rumah untuk bekerja di sektor publik karena alasan ekonomi, dengan banyaknya mereka menghabiskan waktu di luar, maka peluang terjadinya tindak kekerasan juga besar, secara bersamaan juga banyak terjadi pengabaian peran kodrati perempuan yang harus dibayar mahal dengan hancurnya rumah tangga. 

Inilah kejamnya tata kehidupan di bawah naungan kapitalisme yang menilai segala sesuatu dengan padangan materi. Pada sistem ini juga menjadikan negara abai atas kesejahteraan rakyatnya, malah menjadikan perempuan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Maka, mustahil terwujud keluarga sejahtera harmonis dan bahagia jika berpegang pada kesetaraan gender dan sistem kapitalisme yang menaunginya. Wallahu a’lam. []

Posting Komentar untuk " Mampukah Kesetaraan Gender Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan? "