Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Londo Blangkonan Membungkam Gerakan Islam


Oleh : Ali Baba 
(Pecinta Sejarah dan Politik Islam)

Penjajahan kembali berulang. Meski Indonesia dikatakan merdeka, namun penguasa negeri ini masih mewarisi intisari penjajah. Cara-cara yang dilakukan kepada umat Islam dan gerakan Islam, sepola di masa penjajahan Belanda. Pembungkaman aktifis—pemenjaraan hingga pembunuhan—dilakukan rezim ini. Bahkan mereka bersembunyi dibalik empat pilar negara yang kian rapuh untuk membubarkan organisasi yang dianggap berbahaya. Pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemerintah adalah sudahkah Anda betul-betul menyerap intisari empat pilar dan menjalankannya? Jika belum, berarti ini kekalahan intelektual bagi Anda yang telah mengklaim diri sebagai pemerintah.

Gaya baru pembungkaman gerakan Islam, sesungguhnya meniru pola Snouck Hurgronje yang memberikan nasihat kepada Hindia Belanda. 

Pertama, dalam bidang agama murni (ibadat), Pemerintah Hindaia Belanda memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk menjalankan ajaran-ajaran agama mereka sepanjang tidak mengganggu kekuasaan Belanda.

Kedua, dalam bidang sosial kemasyarakatan pemerintah memanfaatkan berbagai adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dengan cara menggalakan rakyat agar mendekati Belanda, bahkan membantu rakyat yang akan menempuh jalan tersebut.

Ketiga, dalam bidang politik, pemerintah harus mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme politik pan-Islam.

(Sumber: H Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda. Hlm 12)

Refleksi Kekinian

Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah) begitu ungkapan singkatnya. Sungguh kenaifan bagi penguasa jika masih mewarisi sifat penjajah. Meski Belanda sudah terusir, namun jika sikap penguasa seperti penjajah sama halnya KOYO LONDO BLANGKONAN (baca: seperti Belanda pakai blangkon. Menggambarkan orang Pribumi yang bergaya penjajah).

Ketika penguasa negeri ini ketar-ketir menutupi kepongahan dan kecongkakan kekuasaanya. Isu basi kembali diangkat untuk menggencet anak bangsa dengan istilah ‘pembubaran’ organisasi yang tidak sepaham dengan penguasa. Permainan isu ini sengaja dibuat untuk menutupi beberapa kasus agar umat terpalingkan:

1) Panama Papers yang menyeret nama-nama di lingkaran kekuasaan (legislatif-eksekutif-dan yudikatif).
2) Tax Amnesty yang kian mempertegas untuk memberikan pengampunan pada PENGUSAHA HITAM dalam beberapa kasus BLBI, Bank Century, dan Penguasa yang merangkap Pengusaha.
3) Terbukanya mafia pengusaha property dan penguasa DKI Jakarta dalam kasus reklamasi teluk Jakarta. Serta mega skandal konspirasi korupsi Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta.
4) Isu keterlibatan penguasa yang menyeret Cina ke Indonesia dan Partai Komunis Cina. Ditengarai PDIP sejak awal yang telah menjalin hubungan dengan PKC sejak lama. Spektrum rebutan Indonesia kian mencuat antara Kapitalisme Barat dan Timur.
5) Belum selesainya pembahasan UU Terorisme yang berpotensi jahat atas kepentingan BNPT, POLRI, Densus 88, dan Pemerintah. Tujuannya sesuai arahan Amerika Serikat dalam Global War on Islam
6) Ketidakbecusan penguasa dalam melindungi anak bangsa dan masyarakat dari Minuman Keras, Narkoba. Kekerasan Seksual. Pembunuhan, hingga kerusakan lainnya.

Adapun isu pembubaran Ormas atau Gerakan Islam oleh pemerintah menunjukan bunuh diri politik. Sebab pemerintah tak mempunyai sasaran lain selain umat islam dan gerakan Islam. Inilah sasaran empuk dan tidak membutuhkan biaya. Tinggal cuap-cuap di media dan isu pun dilempar begitu saja. Mereka pun memanfaatkan anak bangsa, khususnya umat Islam dalam menjalankan misi pembubaran ini. Pola-pola kotor ini harus disadari oleh siapa pun di negeri ini.

Refleksi kekinian dari anjuran Snouck Hurgronje tadi dapat diamati secara seksama dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Pertama¸ rezim saat ini memang membebaskan umat dalam masalah ibadah ritual. Silahkan salat sampai jidat hitam, silahkan puasa sepuas-puasnya, silahkan zakat sebanyak-banyaknya, silahkan haji berkali-kali. Semua difasilitasi. Giliran meminta mengganti sistemnya dengan Islam, maka akan dituding makar, tidak cinta NKRI, anti-Pancasila, dan sebutan sampah lainnya. Padahal mereka lupa jika tak paham arti itu semuanya. Gerakan Islam yang bersifat politik dianggap batu sandungan.

Kedua, MTQ Nasioanal, Dzikir Nasional, Istighosah Kubro, Pengajian Akbar, Perayaan Maulid Nabi, dan acara keagamaan lainnya semua difasilitasi dengan APBN dan APBD. Tak tanggung-tanggung. Bahkan isu Islam Nusantara, Islam Damai dan Toleran akan difasilitasi bagi siapa pun yang ingin bergabung dalam proyek ini. Karena itu, siapa pun yang berada di dekat kekuasaan akan terasa aman dan nyaman. Lupa tugas pokok dalam menyelamatkan umat dari jurang kehancuran.

Ketiga, politik Islam dikotakkan penguasa dalam UU yang bernafaskan syariah. Tak perlu syariah mengatur semuanya dalam ketata negaraan. Mereka mengelak jika negeri ini bukan Negara Islam, meski mayoritas umat Islam. Hukum-hukum Islam dikotakkan dalam semangat ibadah ritual, tanpa bukti nyata dalam kehidupan. Umat Islam dijauhkan dari upaya kerinduannya kepada aturan Islam dan negara yang menerapkannya (Khilafah). Akhirnya muncul distorsi istilah hingga kriminalisasi syariah dan khilafah. Seolah keduanya ancaman nyata. Sungguh hina pemerintahan yang sedemikian rupa.

Oleh karenanya, upaya membungkam gerakan Islam tidak dapat dilakukan. Pilihlah cara-cara bijak dan intelektual dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Tanpa keberadaan umat Islam dan gerakannya, Anda bukanlah apa-apa. Anda bisa berkuasa, karena umat ini anda kibuli dan bodohi dengan istilah-istilah yang tidak pernah dimengerti oleh rakyat. Sementara itu, Anda membangun kekuasaan di atas dasar yang rapuh dan siap-siap roboh dalam waktu yang sangat dekat ini. Saksikanlah! [VM]

Posting Komentar untuk "Londo Blangkonan Membungkam Gerakan Islam"

close