Hoax yang Bermotif
Oleh : Isnawati
Media sosial adalah sarana penyampai informasi yang mudah, cepat dan murah dibandingkan sarana yang lain. Sejak media sosial eksis dan dimanfaatkan secara luas untuk komunikasi sekaligus mencurahkan isi hati dan pikiran hoaxpun bermunculan. Bagi sebagian kalangan hoax adalah musuh bersama namun tak sedikit pula yang memanfaatkan hoax untuk kepentingan pribadi, kelompok dalam perpolitikan.
Dunia politik, hoax sering kali dijadikan mobilisisasi mencapai sebuah kekuasaan guna membangun stigma, opini, idealisme yang terkadang berujung konflik dan kehancuran.
Menjelang kontestasi pemilu hoax yang bermotif kepentingan marak terjadi, masing-masing calon berusaha untuk menambang suara umat melalui berbagai macam cara. Alhasil kondusivitas, ketentraman dan ketertiban umat dipertaruhkan demi kepentingan sesaat.
Kebohongan ditampilkan secara telanjang oleh media-media pendukung masing-masing calon, saling lempar tudingan dipertontonkan yang menghantarkan umat pada kebingungan atas segala propaganda yang ada.
Kekecewaan umat akan hak politiknya untuk mendapat informasi yang benar agar bisa mengambil inklusi yang benar tak didapatkan. Umat menjadi korban manipulasi fakta, tipu-tipu data guna memperbanyak dukungan terhadap diri atau kelompok disertai fitnah yang penuh dengan ilusi guna menjatuhkan lawan politiknya.
Narasi kesederhanaan, keberpihakan pada wong cilik ditampilkan dengan menjelajahi pasar yang becek, bertemu dengan umat yang hidup dipinggiran kota, tempat tinggal yang kumuh, utak atik data, guna mengunggulkan diri untuk menyerang lawan adalah potret hoax yang bermotif.
Dibantu tim sukses dan juru bicara masing-masing calon, mereka terus bekerja untuk mencapai target, kebohongan yang bertujuan mempertahankan dan meraih kekuasaan terus dilakukan. Salah satu contoh yaitu kasus disvestasi freeport senilai 53 triliun yang digadang-gadang sebagai keberhasilan padahal kita membayar kepada asing sebesar itu untuk membeli milik sendiri, seperti kita ketahui bersama kontraknya akan berakhir di 2021.
Berbagai hoax menjadi tabiat sistem sekuler dimana pemisahan kehidupan dari unsur-unsur keagamaan menjadi akar masalah yang diikuti dengan desakralisasi politik yang artinya politik tidak sakral, agama harus disingkirkan sebagai syarat melakukan perubahan dengan menganggap agama menghalangi perubahan.
Sekulerisme telah merelatifkan semua nilai-nilai kemanusiaan sehingga kebenaranpun tidak ada yang mutlak, semua serba relatif dengan membuang unsur-unsur transenden dan meTuhankan akal manusia.
Hoax yang bermotif kepentingan tidak dapat dihidari karena Tuhan tidak mendapat tempat dalam mekanisme kehidupan berpolitik. Agama yang pada dasarnya digunakan untuk membimbing manusia kepada kebaikan saat ini justru dimarginalkan hanya dalam ranah ibadah ritual dan sibol belaka.
Ilmu, etika, moral, penilaian baik atau buruk bahkan kebenaran hanya berlandaskan pertimbangan manusia berdasarkan kesepakatan bersama tidak lagi mementingkan keberadaan Tuhan, hoax yang bermotif kepentingan terus dilakukan tanpa beban dosa.
Perubahan yang hakiki harus segera dilakukan agar tidak ada lagi hoax-hoax yang menimbulkan keresahan sehingga memberikan rasa takut pada umat dan itu hanya ada pada penerapan Islam kaffah.
Islam agama yang selalu mengedepankan kebenaran mulai cara hingga tujuan sebab berorentasi demi kemaslahatan umat.
Islam menempatkan berita berdasarkan fakta dan data bukan asumsi, fitnah bahkan ilusi dengan landasan ketaatan dan rasa tunduk pada Sang khalik.
"Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya maka tempatnya dineraka." (HR.Ahmad). Wallahu a'lam bishawab.
Posting Komentar untuk "Hoax yang Bermotif"