Persekusi Janggal Dai Pasca Pilpres dan Penyikapan Tepat Atasnya


Oleh: Ary Naufal (Analis PKAD)

Fenomena Persekusi Pasca Pilpres 2019 

Persekusi terhadap sejumlah dai ternyata masih marak terjadi di negeri ini pasca perhelatan pilpres 2019. Kasus terbaru menimpa dua dai muda yang sedang digandrungi komunitas hijrah, yaitu Ust. Felix Siauw (Yuk Ngaji) dan Ust. Hanan Attaki (Shift). Sebagaimana diberitakan oleh media, akhir Juni 2019 pengajian dengan penceramah Ust. Felix Siauw di Masjid Fatahillah Balai Kota DKI Jakarta dan Ponpes Al-Ikhlas Lamongan mendapat penolakan salah satu ormas terbesar.

Senasib dengan ustaz mualaf keturunan tionghoa tersebut, Ust. Hanan Attaki juga mengalami kejadian persis pada agenda pengajian di Hotel Bahari Inn Tegal, awal Juli 2019. Bahkan pengajian ustaz alumni Universitas Al-Azhar Mesir yang berhaluan Ikhwanul Muslimin (IM) itu sampai dibatalkan oleh Polresta Tegal.

Deretan Alasan Janggal Persekusi

Tersebut sebagai alasan persekusi, ialah lantaran Ust. Felix merupakan tokoh organisasi terlarang HTI yang intoleran. Adapun Ust. Hanan karena ceramahnya mengandung unsur provokasi. 

Padahal ini jelas alasan-alasan ngawur. HTI bukanlah organisasi terlarang, namun sekedar dicabut badan hukumnya saja. Ditegaskan oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra saat menjadi kuasa hukum HTI, bahwa tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan HTI menjadi organisasi terlarang di Indonesia. Untuk itu, jika perseorangan anggota atau pengurus HTI ingin menjalankan kegiatan dakwah secara individu atau menggunakan perkumpulan tidak berbadan hukum, maka tetap sah dan legal di mata hukum. Prof. Yusril menambahkan, ada konsekuensi pidana bagi pihak-pihak yang melabelisasi HTI sebagai organisasi terlarang karena mengarah kepada perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik.

Untuk tudingan intoleran kepada pribadi Ust. Felix, sebenarnya sangat mudah dimentahkan dengan keadaan keluarganya yang secara faktual mempunyai perbedaan agama dan keyakinan, tapi justru tetap hidup rukun dan harmonis.

Alasan provokatif kepada Ust. Hanan juga terdengar mengada-ada, sekaligus menunjukkan keawaman ormas penolak terhadap isi materi ceramah-ceramah Ust. Hanan. Optimisme, semangat belajar, mencintai orang tua, iman dan amal saleh, generasi saleh, takwa, pernikahan, dan kisah sahabat merupakan tema-tema yang selama ini beliau bawakan dalam berbagai pengajian di banyak tempat.

Para Aktor Persekutor dan Motif Sesungguhnya

Sebenarnya, ada pihak-pihak persekutor baik yang mengendalikan di balik layar sebagai dalang intelektual, maupun yang tampil di depan layar sebagai lakon operasional lapangan. 

Adalah Amerika Serikat selaku sutradara politik dan ekonomi dunia serta kekuatan utama kapitalisme barat, sangat mengkhawatirkan kebangkitan kembali pemerintahan global Islam (khilafah) tahun 2020-an berdasarkan prediksi Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Intelligence Council/NIC), sebagaimana tertuang di dalam dokumen laporan berjudul Mapping The Global Future pada Desember 2004. Khilafah Islam dikhawatirkan akan mengganggu dan menghentikan kepentingan hegemoni kapitalisme AS, khususnya dalam bidang politik dan ekonomi. Di antara upaya untuk membendung kebangkitan khilafah Islam menurut rekomendasi lembaga think tank AS, Rand Corporation yaitu dengan memecah belah umat Islam, lalu membenturkan antara kelompok “fundamentalis” dan “tradisionalis”. Pada konteks persekusi di tanah air inilah, Gerakan Pemuda (GP) Ansor/Barisan Ansor Serbaguna (Banser) menjadi diperalat sebagai aktor operasional persekusi di lapangan untuk menolak dan membubarkan pengajian-pengajian Ust. Felix Siauw (HTI) dan Ust. Hanan Attaki (IM) yang sama-sama mempunyai latar pergerakan menuju kebangkitan khilafah Islam.

Penyikapan yang Tepat Atas Persekusi

Dengan demikian, diperlukan sikap yang tepat menghadapi strategi AS dalam membenturkan kelompok-kelompok Islam. Terkait dengan strategi itu, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani di dalam Nuqthah Inthilaq telah memberikan rekomendasinya, bahwa wajib menghindari sejauh mungkin benturan dengan kelompok-kelompok yang diperalat penjajah kafir dan wajib memanfaatkan mereka untuk kepentingan dakwah, atau setidaknya memperjelas posisi mereka sebagai alat yang dimainkan penjajah. Akan tetapi An-Nabhani meneruskan, menjauhi benturan tidak berarti tidak menghadapi secara pemikiran.

Walhasil, umat Islam seharusnya cerdas dan selektif. Umat Islam harus tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan tetap fokus menghadapi kafir penjajah sebagai musuh sejati umat Islam.

Wallahu a'lam bish-shawab. [vm]

Posting Komentar untuk "Persekusi Janggal Dai Pasca Pilpres dan Penyikapan Tepat Atasnya"