Izin Kelola Tambang Bagi Ormas: Jangan Terpedaya!
Oleh: Thaifah Zhahirah (Pendidik dan Pegiat Literasi)
Pemerintah resmi menerbitkan aturan baru yang memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Dilansir dari cnbcindonesia.com (31/5/2024), presiden resmi memberikan izin tersebut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Hal ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga merupakan Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abas mengatakan bahwa langkah ini merupakan terobosan baru yang perlu diapresiasi karena bisa menjadi sumber pemasukan yang baru untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Menurutnya kegiatan yang dilakukan ormas pada umumnya juga terkait dengan tugas dan fungsi pemerintah yaitu mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat (cnnindonesia.com, 1/6/2024).
Sementara itu Melky Nahar sebagai Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai bahwa pemerataan ekonomi hanyalah dalih dari obral konsesi demi menjinakkan ormas-ormas keagamaan. Menurutnya, pemerintah harus segera mencabut aturan tersebut dan mengingatkan ormas untuk berpikir ulang menerima tawaran tersebut mengingat banyak korban tambang justru adalah jamaah mereka sendiri. Demikian juga dengan Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Muhammad Arman yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini akan memicu konflik horizontal antara masyarakat adat dan ormas keagamaan (bbc.com, 1/6/2024).
Kebijakan ini jelas tidak tepat bahkan sangat berbahaya mengingat ormas memiliki tupoksi yang berbeda dengan perusahaan tambang. Sehingga jika dibiarkan justru akan berdampak pada disorientasi dan disfungsi lembaga. Ormas juga akan ‘sungkan’ untuk mengoreksi kesalahan penguasa maupun kebijakan lainnya karena sudah mendapatkan ‘pembagian’ ini.
Jika kita melihat pada aturan Islam, maka Sumber Daya Alam (SDA) akan dipastikan terlebih dahulu besarannya. Jika kandungannya sedikit atau terbatas, maka rakyat boleh mengelolanya dengan senantiasa memperhatikan ketentuan syariat dalam prosesnya. Namun jika SDA tersebut besar, maka memang dipandang sebagai milik umum yang menjadi hak seluruh rakyat dan pengelolaan atasnya hanya boleh dilakukan oleh negara. Hasil dari pengelolaan itu oleh negara akan dikembalikan pada rakyat dengan berbagai bentuk sesuai kebutuhan. Misalnya dalam bentuk barang murah atau subsidi kebutuhan primer, sarana dan prasarana, pendidikan, kesehatan, dan lainnya sesuai dengan penggunaan yang dibolehkan syariat.
Islam melarang pengelolaan SDA oleh individu atau korporasi untuk keuntungan mereka. Sehingga haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepada individu maupun korporasi. Dari Abu Ubaid, “Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang laksana air yang mengalir, yang mana air merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberiannya. Rasulullah SAW telah bersabda bahwa manusia bersekutu dalam tiga hal, yaitu masalah padang rumput, air, dan api. Sehingga beliau melarang siapa pun memilikinya sedangkan yang lain terhalang.
Selain itu, upaya pengelolaan oleh negara harus bersifat profesional, sehingga tidak ada pihak-pihak yang bisa bekerja sama dalam permainan kotor di mana fakta ini mudah dijumpai dalam sistem yang diterapkan saat ini. Jika terjadi, maka siapa pun yang menjadi pelakunya akan diberi sanksi yang tegas tidak pandang bulu dan diberantas hingga ke akar-akarnya.
Begitulah sejatinya pengaturan yang tepat terkait pengelolaan SDA. Pengelolaan oleh negara jelas akan menguntungkan negara, sehingga negara akan memiliki dana yang cukup untuk menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat. Seluruhnya akan bisa merasakan hasil kekayaan tersebut, tidak hanya dirasakan oleh kalangan tertentu atau segelintir orang saja.
Posting Komentar untuk "Izin Kelola Tambang Bagi Ormas: Jangan Terpedaya!"